Vicky berjalan ke depan kelas setelah dia mendengar
bel istrahat berbunyi. Vicky mencoba
untuk mencegah teman-teman di kelasnya untuk keluar kelas karena dirinya hendak
memberikan pengumuman.
“Tunggu.. jangan
pergi dulu. Ada yang ingin aku sampaikan...” katanya. Kebetulan Vicky adalah
ketua kelas di kelasnya. Setelah melihat teman-temannya yang mulai terkendali
dan kembali duduk di bangkunya masing-masing, Vicky melirik ke arah seorang
sahabatnya, Excel. “Tapi... yang akan menyampaikan pengumuman ini bukan aku...”
Excel mengernyitkan
keningnya seolah mengerti maksud dari Vicky. Dan benar saja, “Tapi Excel...”
“Hah? Kenapa aku?”
tanyanya polos.
“Sudah ayolah
cepat...” ajak Vicky seraya menarik lengan Excel untuk segera bangkit dari
tempat duduknya.
Sejenak Excel hanya
diam. Kemudian dia memberi kode kepada Vicky untuk menyampaikan pengumuman itu.
Tapi Vicky menolak dengan terus mendorongnya untuk menyampaikan pengumuman itu.
“Karena hari ini
adalah hari terakhir Lana di sekolah kita...” katanya terpotong. Dia lalu
menatap Vicky dan akhirnya melanjutkan perkataannya, “Bagaimana kalau malam ini
kita adakan pesta perpisahan...”
Sementara itu, Lana
terkejut sekali dengan apa yang baru saja disampaikan oleh Rindo. Apakah
sepenting itu dirinya? Dia hanya siswa beruntung dari sekolah negeri di kotanya
yang mendapat kesempatan untuk menghabiskan satu semesternya di sekolah
bertaraf internasional di ibukota. Dia merasa tidak enak dengan adanya pesta
perpisahan yang seolah-olah dirinya memang murid sekolah itu.
Begitupun dengan
Jessica yang juga terkejut. Untuk apa mengadakan pesta perpisahan untuk gadis
desa itu? Pikirnya dalam hati. Tapi bukan Jessica namanya jika tidak
mengutarakan apa yang ada di benaknya, “Untuk apa? Dia kan hanya siswa
pertukaran pelajar...”
Merasa tidak enak,
Lana pun akhirnya bicara, “Iya benar.. tidak perlu ada perpisahan segala..”
Tapi.. mungkin
dalam kelas itu hanya Jessica saja yang tidak suka dengan rencana yang baru
saja diutarakan oleh Excel. Toh buktinya beberapa anak di kelas tersebut
menyetujuinya. “Kenapa tidak usah? Kau juga bagian dari kami...” lalu yang lain
juga ikut merespon, “Iya benar... adakan saja pesta perpisahan itu...” ada juga
yang merespon seperti ini, “Ya lagipula kami tidak punya rencana apapun nanti
malam...”
Excel menatap Lana
yang masih bingung dan merasa tidak enak. Dia menatapnya lekat. Tapi kemudian
Excel mengalihkan pandangannya kembali ke arah semua teman-temannya setelah
Lana membalas pandangannya. “Baiklah,, kalau begitu nanti malam di rumahku jam
7 kalian harus sudah datang...”
“Di rumahmu??”
tanya Jessica.
“Iya.. ada masalah?
Atau kau ingin pesta itu diadakan di rumahmu?” tanya Excel sinis.
Jessica tidak
menjawab. Dan karena Jessica tidak lagi meresponnya, Excel memberikan
peringatan. “Kalau ada di antara kalian yang tidak ingin datang tidak apa-apa..
aku hanya mengundang siapapun yang mau datang...” katanya mengakhiri pengumuman
itu.
***
Pesta
sudah di mulai. Ternyata semua anak di kelasnya datang ke pesta itu. Termasuk
juga Jessica. Pastinya gadis itu tidak ingin melihat pria incarannya, Excel,
mendekati Lana. Karena hal itulah yang membuat Jessica begitu tidak menyukai
Lana.
Lana
begitu terharu melihat kejutan-kejutan di pesta itu. Dia hampir menangis
melihat sebuah banner yang terpasang di dinding bertuliskan, “Goodbye our
bestiest friend.. We love you..”. Dan juga begitu meriahnya pesta itu yang
membuat dia semakin ingin menangis.
Excel
mengampiri Lana dan memberikan sebuah spidol warna merah untuknya. Dia kemudian
menjelaskan apa yang harus dilakukan Lana, “Kau harus menuliskan kesan dan
pesanmu untuk semua teman di kelas di papan itu...” katanya sambil menunjuk ke
papan yang penuh dengan tempelan kertas-kertas yang masing-masing sudah
ditulisi nama anak-anak sekelasnya.
“Aku
harus menulis untuk 20 orang?” tanya Lana.
“Ya
benar... sedangkan kami akan menuliskannya juga untukmu di papan yang
satunya..” kata Excel sambil menunjuk papan yang tepat di taruh berdampingan
dengan papan yang satunya lagi.
“Baiklah...”
kata Lana sambil menuju papan tersebut.
Lana
mulai menuliskan kesan dan pesannya untuk teman-temannya sesuai dengan urutan
abjad. Hingga tibalah gilirannya dia harus menuliskan kesan dan pesannya untuk
Excel. Dan tepat disaat itu pula Excel juga mendapat giliran untuk menulis di
papan yang satunya. Lana melirik Excel. Lalu ketika tatapan mereka beradu,
keduanya saling tersenyum dan kemudian melanjutkan untuk menulis.
Excel.. terima kasih untuk
pestanya. Aku sangat senang..
Kau adalah pria terbaik yang
pernah kukenal...
Dia
sedikit membedakan isi pesan untuk Excel. Ya tentu saja. Pria itu sangat baik
padanya sejak dia datang ke sekolah. Dia bahkan bingung harus berkata apa untuk
berterimakasih kepada Excel. Sayangnya kertas yang disediakan begitu kecil.
Jadi dia tidak bisa menulis terlalu banyak.
Setelah
selesai menulis semua pesan untuk 20 orang temannya, Lana kemudian membaur
dengan teman-temannya yang lain. Kemudian acara selanjutnya adalah persembahan
dari teman-teman untuk Lana. Satu persatu teman maju ke depan untuk bernyanyi
atau sekedar mengucapkan selamat tinggal untuk Lana.
Excel
kemudian duduk di samping Lana dan berbisik, “Sama-sama...”
Lana
terkejut. Dia menoleh ke arah Excel yang tengah tersenyum menatapnya. Kemudian
Excel menunjukkan kertas miliknya yang bertuliskan pesan dari Lana. Melihat
kertas itu, Lana pun tersenyum malu.
“Apa kau
akan kembali lagi kesini?” tanya Excel tanpa menatap Lana tapi memfokuskan
pandangannya ke arah Bernard yang tengah memetik gitarnya.
Lana
terdiam sejenak dan kemudian berkata, “Aku... sepertinya tidak...”
“Apa kau
tidak ingin melanjutkan sekolahmu disini? Di kota besar ini...” tanya Excel
lagi.
“Aku
tidak tau... Hanya sepertinya tidak mungkin... Orangtuaku tidak punya uang
sebanyak itu...” jawab Lana lirih.
Excel
menelan ludah dengan rasa pahit. Lalu dia menatap Lana lekat. “Baiklah... lalu
bagaimana agar aku bisa bertemu denganmu lagi?” tanyanya pelan.
Lana
ragu dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Excel. Dia tidak mendengarnya
dengan jelas. “Apa?” tanyanya.
Namun
Excel tidak mengulang perkataannya. Apalagi Vicky tengah meneriakinya untuk
segera maju dan memberikan persembahan untuk Lana. “Aku harus kesana..” katanya
sambil pergi. Setelah sampai di depan, Excel mengambil gitar yang tadi dipakai
Bernard dan segera menyanyikan sebuah lagu berjudul Don’t Sleep Away This Night untuk Lana.
Mata
Lana berkaca. Entah kenapa rasanya dia tidak ingin pulang. Meskipun dia
merindukan orangtuanya, tapi entah mengapa dia ingin tetap disini. Dia punya
satu alasan, tapi dia tidak mengerti mengapa alasan itu harus menahannya
disini. Alasannya adalah Excel. Hanya Excel. Tidak ada alasan-alasan lainnya.
Dan menurutnya itu konyol.
***
LANA!
Hanya
itu yang tertulis di kertas pesan dari Excel. Sementara teman-temannya yang
lain menuliskan banyak kesan dan pesan, Excel hanya menulis nama Lana di kertas
itu. Apa yang kau pikirkan saat menulis namaku? Tanya Lana dalam hati. Meskipun
begitu, Lana senang membaca tulisan Excel. Tapi ada satu pesan yang sedikit
membuat hatinya panas. Pesan dari Jessica yang menggambarkan betapa senangnya
Jessica bahwa Lana akan pergi.
Lana
merapihkan semua kertas-kertas tersebut dan menaruhnya kembali di tasnya. Tapi
dia tidak mencampur kertas milik Excel. Dia terus memandanginya bahkan
menaruhnya di dadanya. Sesekali Lana melihat ke sekeliling stasiun. Berharap
Excel datang untuk mengucapkan selamat tinggal untuk yang terakhir kalinya. Tapi
sayangnya kereta sudah datang. Lana bangkit dari tempat duduk dan mengambil
semua barangnya.
Masih
dalam keraguannya untuk masuk ke dalam kereta, untuk terakhir kalinya Lana
mencoba mengelilingi stasiun dengan kedua matanya. Namun dia tidak menemukan
seseorang yang diharapkannya datang. Akhirnya dengan yakin Lana masuk ke dalam
kereta dan duduk tepat di sampung jendela. Tak berapa lama kereta pun berjalan.
Dan tepat disaat kereta baru berjalan, Lana mendengar seseorang memanggil
namanya.
“LANAAAAA...”
Lana
mendongakkan kepalanya ke jendela dan menemukan Excel tengah mengejar
keretanya. “Excel....” balas Lana dengan kesedihan dihatinya.
Susah
payah Excel mengejar kereta untuk bisa berdiri di samping jendela Lana untuk
memberikan sesuatu kepadanya. Setelah hampir dekat, Excel menjulurkan sebuah
kotak berukuran sedang kepada Lana. Lana berusaha untuk mengambilnya dengan
susah payah. Dan setelah kotak itu berhasil diraihnya, Excel berhenti berlari
dan menggantinya dengan melambaikan tangannya kepada Lana. Lana membalas
lambaian tangan Excel sambil menangis. Dan dilihatnya kini Excel berlari lagi
agar dapat melihatnya dengan jelas. Namun kecepatan kereta semakin bertambah
setelah keluar dari stasiun. Alhasil, Excel tidak lagi mampu melihat Lana.
Lana
menangis terisak di kereta dan mencoba membuka kotak pemberian Excel. Sebuah
buku diari kecil dan surat merah jambu. Dia kemudian membuka surat kecil itu
dan membacanya dalam hati.
Lana... aku suka namamu...
Aku berhutang kesan dan pesan
untukmu...
Maaf aku tidak menulis apapun
selain namamu di kertas itu...
Kau tau kenapa? Karena namamu
selalu terlintas di benakku...
Mungkin aku telat menyadarinya
bahwa kau berarti...
Percayalah, kau dan aku akan
bertemu lagi...
Buku ini... kenapa aku
memberikannya untukmu?
Selama aku belum menemuimu
berjanjilah untuk menuliskan hal-hal yang kau lalui di buku itu...
Anggaplah itu aku... aku tidak
ingin melewati setiap detik kebahagian ataupun kesedihan yang kau lalui...
Kau harus mengembalikan buku
itu padaku ketika kita bertemu nanti...
Aku mencintaimu... Jika kau bertanya
kenapa aku mencintaimu
Alasannya karena aku mencintaimu…
Dan
kau adalah Lana…