BAB 1
Siang itu, langit begitu mendung dan segera membasahi bumi. Tapi, seorang cewek yang tengah duduk di bawah pohon di sebuah taman itu tidak bergegas untuk pergi. Dia tetap duduk di bawah pohon, tanpa menghiraukan hujan yang kini mulai rintik-rintik.
Cewek bernama Monita itu telah memutuskan untuk tidak pergi meninggalkan taman itu. Moni – panggilan Monita – nggak mau melewatkan sedikitpun hari itu di taman yang menjadi salah satu tempat bersejarah baginya.
Taman pelangi… begitulah Moni memberi nama taman itu. Tiga tahun yang lalu, ada sebuah kenangan indah di taman itu. Sebuah kenangan yang sangat dirindukannya. Ada hal yang membuatnya harus kembali ke taman itu. Seseorang akan menemuinya di taman itu untuk bertemu dengannya. Untuk menepati janjinya untuk bertemu dengan Moni.
Tapi… setelah hampir lima jam Moni menunggu di taman itu, tak ada seorangpun yang datang. Raka, seorang yang ditunggu olehnya, belum juga datang untuk menepati janjinya. Mungkin dia sedikit telat. Pikir Moni yang mencoba menenangkan hatinya.
Raka memang tidak pernah bilang akan menemuinya di taman itu pada pukul berapa. Tapi Moni memutuskan untuk datang lebih pagi ke taman itu. Untuk itu, Moni tidak sedikitpun bergegas pergi dari taman itu, meskipun hujan kini mulai deras.
Ada perasaan rindu yang mendalam di dalam diri cewek itu. Dia sudah tidak tahan lagi ingin bertemu dengan Raka. Tiga tahun yang lalu, Raka bilang akan menghubunginya ketika dia sudah sampai di Amerika. Tapi… semenjak saat itu, Raka nggak pernah menghubunginya. Ada rasa kehilangan tapi juga ada pengharapan di dalam dirinya. Dia yakin Raka akan kembali dan menemuinya.
Moni mulai meneteskan air matanya. Air mata yang bercampur dengan hujan yang saat itu… seolah-olah ikut merasakan kesedihan di dalam hatinya. Tapi… sekali lagi Moni yakin, bahwa ini adalah air mata untuk yang terakhir kalinya. Setelah ini, dia pasti akan tersenyum dan bahagia. Ya… dia nggak sabar untuk tertawa lagi bersama Raka.
***
Ketika pulang sekolah, Moni langsung pergi dari sekolahnya. Tanpa mengajak Rani – sahabatnya – pulang bersama seperti biasanya. Ya, Moni melupakan itu. Yang ada dalam benaknya saat itu adalah cepat sampai di ‘BoomBiim Videos’. Sebuah toko kaset, CD, VCD, sampai DVD. Moni nggak mau kehilangan sebuah DVD yang sudah diincarnya sejak beberapa bulan yang lalu. Hanya saja, Moni harus menabung untuk membeli DVD itu.
Sebuah film yang sejak pertama film itu keluar, Moni sudah yakin sekali kalau film itu bagus. ‘Canon in Love’ ya… sebuah film yang ingin sekali ditontonnya. Tapi film itu tidak diputar di bioskop. Film itu hanya beredar di toko-toko kaset. Untuk itu, perlu banyak uang untuk mendapatkan film yang berasal dari negeri gingseng.
Moni sudah membaca referensi film tersebut di majalah dan internet. Semenjak saat itu, dia yakin sekali kalau film itu pasti keren. Apalagi, soundtrack-nya lagu klasik kesukaan Moni. Yup… Canon in D major yang diaransemen ulang menjadi background music di film tersebut. Semakin jadilah keinginan Moni untuk menonton film tersebut.
Dan setelah Moni sampai di depan toko kaset yang selalu menjadi incaran matanya ketika dia melintas di jalan tersebut, Moni langsung masuk dan cepat-cepat berjalan menuju rak DVD yang sudah diincarnya.
Tiga bulan yang lalu, ketika Moni masuk ke toko itu, masih cukup banyak DVD film ‘Canon in Love’ di toko itu. Lalu, hampir setiap minggu, Moni datang ke toko itu untuk sekedar mengecek apakah DVD itu masih ada atau sudah habis. Dan minggu kemarin, DVD itu hanya bersisa tiga buah. Moni harap-harap cemas. Berharap, DVD itu masih ada.
ADA!! Teriak Moni dalam hati. Tinggal satu lagi… teriak Moni lagi. Dan Moni bergegas mengambil DVD itu. Tapi ketika dia hendak mengulurkan tangannya untuk mengambil DVD itu, ada seseorang yang sudah lebih cepat darinya dan mengambil DVD itu.
Moni menoleh ke arah seorang cowok yang berani-beraninya merebut DVD incarannya itu. Tapi cowok itu cuek dan mengabaikan tatapan gahar Moni ke arahnya. Dia malah dengan santainya pergi meninggalkan Moni dan menuju kasir. Tapi Moni nggak diam begitu saja. Dia harus mendapatkan DVD itu. Batinnya.
“Tunggu…” teriak Moni sambil meraih lengan cowok yang hampir menjauh darinya.
Cowok yang juga masih mengenakan seragam sekolah itupun menoleh ke arah Moni dengan wajah tak berdosa. Sebenarnya, dia tau maksud cewek itu apa. Tapi… dia hanya berpura-pura nggak mengetahui apa-apa. “Kenapa?” tanyanya singkat.
“Itu…” Moni menunjuk ke arah DVD yang dipegang cowok itu. “Gue duluan yang liat!!” kata Moni jutek.
Cowok itu memandangi DVD yang ada dalam genggamannya dan beralih pandang ke arah Moni yang menatapnya dengan wajah penuh kekesalan. “Tapi gue duluan yang ambil…” jawab cowok itu santai dan bergegas pergi.
“Nggak bisa gitu…” balas Moni yang berusaha mencegah kepergian cowok menyebalkan itu. “Gue duluan yang mau beli film itu… udah dari dulu. Dari pertama kali film itu keluar dan masuk ke Indonesia… terus… Gue udah lama nabung buat beli DVD itu. Jadi lo nggak bisa seenaknya ngambil DVD yang udah lama mau gue beli…” kata Moni setengah teriak.
Cowok itu agak sedikit terkesan mendengar perkataan Moni. Dia jadi kasihan dengan cewek itu. Tapi… dia juga penasaran dengan film itu dan ingin menontonnya. “Terus… emangnya ada tulisan di sini kalo DVD ini udah jadi inceran lo dan gue atau orang lain nggak boleh beli gitu…” katanya sambil melirik ke arah lengan kanan Moni.
Moni makin kesal dengan cowok itu. Tapi dia nggak boleh nyerah. Tiba-tiba ada sebuah ide yang muncul begitu saja di otaknya. Tapi entahlah ide itu bisa berhasil atau tidak. “Gini aja… gimana kalau DVD itu gue beli dan kalau lo mau gue bisa pinjemin ke lo… jadi lo nggak perlu ngeluarin uang kan?”
Cowok itu tersenyum tipis. “Makasih deh…” katanya bergegas pergi.
NYEBELIN!!! Teriak Moni dalam hati. Dia tidak menyangka kalau hari ini dia akan bertemu dengan cowok yang super nyebelin. Huh,, rasanya ingin sekali Moni menangis saat itu. Ya… usahanya selama ini gagal. Dia tidak jadi menonton film yang sudah sejak lama diinginkan olehnya.
***
Raka mematikan DVD-nya setelah film yang baru saja ditontonnya selesai. Film yang mengharukan, yang ceritanya tentang seorang cowok yang berusaha menghilangkan kemunafikan di dalam dirinya dan juga menghilangkan kemunafikan cewek yang dicintainya. Film dimana seorang cowok tersebut berjuang keras melawan penyakit yang bersarang di tubuhnya. Dan ada satu pelajaran yang dapat diambil oleh Raka. Dari film itu, dia tau bahwa penderitaan yang sedang kita alami harusnya bukan menjadi alasan untuk menjadi lemah. Justru sebaliknya… menjadi kuat dan berusaha bangkit di sisa umurnya. Di film itu, si cowok membuat hidupnya yang mungkin terasa tidak berarti menjadi lebih berarti. Sampai akhirnya, cowok itu berhasil mendapatkan cewek yang dicintainya dan mereka berdua sepakat untuk membuat hidup si cowok lebih berarti.
Meskipun ceritanya tidak berakhir dengan kematian, tapi ceritanya sangat mengharukan. Si cowok yang suka bermain piano pun membuat aransemen baru dari sebuah lagu klasik karya Johann Pachelbel yang sangat terkenal. Lagu tersebut ditujukan untuk cewek yang dicintainya.
Dan setelah Raka menonton film itu, Raka jadi ingat dengan cewek yang tadi sempat memohon agar dia tidak jadi membeli DVD itu. Raka tersenyum geli mengingat kejadian tadi siang. Cewek itu bilang, dia sudah lama sekali ingin menonton film itu. Tapi dia harus menabung dulu untuk membeli film itu.
Sebenarnya Raka bukanlah cowok cengeng yang hobi menonton film romantic yang mengharukan. Tapi… karena dia tidak sengaja mencari sebuah artikel di internet dan ada sebuah blog yang memaparkan tentang synopsis cerita dari film tersebut, Raka jadi penasaran dan ingin menontonnya. Dan benar saja… selain film itu bagus, film itu juga membuatnya mengalami kejadian luar biasa. Bertemu dengan cewek yang terobsesi berat ingin menonton film itu.
Sementara itu, Moni terdiam di kamarnya. Dia memandangi semua uang yang berhasil dikumpulkan olehnya. Uang yang seharusnya dipergunakan untuk membeli sebuah DVD film ‘Canon in Love’. Tapi usahanya sia-sia. Dia kehabisan DVD itu. Dan tadi siang ketika dia mencari DVD itu di toko lain pun sudah sold out alias habis.
Alhasil, dia hanya murung di kamarnya dan sejak pulang dari mencari DVD film itu, dia tidak keluar dari kamarnya untuk makan ataupun mandi. Yup, Moni ngambek berat dan kesal sekali dengan cowok tadi siang.
“Mon…” terdengar suara Bundanya yang mengetuk pintu kamarnya.
Moni membukakan pintu untuk Bundanya. “Ada apa Bun?” tanyanya datar.
“Moni… kok dari tadi siang kamu nggak keluar kamar sih? Kamu sakit?” tanya Bundanya sedikit cemas.
Moni menggelengkan kepalanya. “Nggak Bunda… aku nggak kenapa-kenapa kok…” katanya sambil menuju ranjangnya.
“Terus… kenapa nggak keluar untuk makan?” tanya Bundanya sambil melirik jam dinding yang kini menunjukkan pukul 7 malam.
“Aku udah kenyang Bunda…” kata Moni berbohong. Padahal, hari ini dia baru mengisi perutnya dengan siomay di kantin sekolahnya.
“Oya?” tanya Bundanya tak percaya. “Kalau mandi??” tanya Bundanya lagi.
Moni membelalakan kedua bola matanya. Sangking kesalnya dengan cowok tadi, dia sampai lupa makan dan mandi. “Hehehe… iya. Udah juga Bunda…” katanya sambil nyengir.
“Kapan?” tanya Bundanya heran. “Bunda nggak liat kamu keluar kamar dan mandi…” lanjut Bundanya.
“Tadi pagi Bunda…” kata Moni sambil tertawa lebar.
Bunda tersenyum melihat putrinya. “Ya udah… sekarang kamu mandi dulu sana..” perintah Bundanya.
“Iya Bunda…” Moni bergegas keluar dari kamarnya.
Dan setelah mandi, Moni berkumpul bersama Bunda dan Kakaknya yang tengah menonton acara TV. Moni memang hanya tinggal bertiga dengan Bunda dan Kakaknya. Sementara ayahnya, bekerja di luar negeri.
Lagi-lagi, malam itu Moni tidak bisa melupakan kejadian tadi siang. Dia masih saja cemberut dan kesal.
“Loh kamu kenapa Mon? kok cemberut gitu?” tanya Bunda kepada anak perempuannya itu. “Gimana DVD nya? Udah beli?” tanya Bundanya lagi yang makin membuat Moni kesal.
“Itu Bunda masalahnya…” Moni menceritakan semua kejadian yang dialaminya tadi siang kepada Bunda dan kakaknya.
“Hahaha… keren donk Dek. Jadi kayak di sinetron gitu dek…” goda Kak Farant kepada adiknya.
“Ihh Kak Farant tuh apaan sih Kak… aku kesel nih…” ujar Moni kesal.
Farant malah makin geli melihat wajah adiknya yang terlipat seperti kertas. “Ya udah berdoa aja biar kamu bisa ketemu dengan cowok itu lagi dek…”
Moni menatap kakaknya kesal. Untuk apa dia bertemu dengan cowok menyebalkan itu lagi. Satu kali saja dia bertemu dengan cowok tadi siang sudah membuatnya naik darah. Apalagi harus bertemu dengan cowok itu untuk yang kedua kalinya atau bahkan ketiga kalinya. “Biar apa gitu kak? Biar kayak sinetron gitu kak?” tanyanya jutek.
“Biar kamu bisa pinjem DVD nya sama dia lah dek…” kata Farant sambil tertawa geli. “Terus ajak kenalan dan minta nomer HP nya… Hahaha…”
“Ihhh…. Kak Farant nyebelin!!!” Moni memukul-mukul tubuh kakaknya yang hampir saja terjatuh dari sofa.
Bunda mencoba menghentikan pertengkaran antara adik dan kakak itu. “Sudah… sudah…”
Cewek bernama Monita itu telah memutuskan untuk tidak pergi meninggalkan taman itu. Moni – panggilan Monita – nggak mau melewatkan sedikitpun hari itu di taman yang menjadi salah satu tempat bersejarah baginya.
Taman pelangi… begitulah Moni memberi nama taman itu. Tiga tahun yang lalu, ada sebuah kenangan indah di taman itu. Sebuah kenangan yang sangat dirindukannya. Ada hal yang membuatnya harus kembali ke taman itu. Seseorang akan menemuinya di taman itu untuk bertemu dengannya. Untuk menepati janjinya untuk bertemu dengan Moni.
Tapi… setelah hampir lima jam Moni menunggu di taman itu, tak ada seorangpun yang datang. Raka, seorang yang ditunggu olehnya, belum juga datang untuk menepati janjinya. Mungkin dia sedikit telat. Pikir Moni yang mencoba menenangkan hatinya.
Raka memang tidak pernah bilang akan menemuinya di taman itu pada pukul berapa. Tapi Moni memutuskan untuk datang lebih pagi ke taman itu. Untuk itu, Moni tidak sedikitpun bergegas pergi dari taman itu, meskipun hujan kini mulai deras.
Ada perasaan rindu yang mendalam di dalam diri cewek itu. Dia sudah tidak tahan lagi ingin bertemu dengan Raka. Tiga tahun yang lalu, Raka bilang akan menghubunginya ketika dia sudah sampai di Amerika. Tapi… semenjak saat itu, Raka nggak pernah menghubunginya. Ada rasa kehilangan tapi juga ada pengharapan di dalam dirinya. Dia yakin Raka akan kembali dan menemuinya.
Moni mulai meneteskan air matanya. Air mata yang bercampur dengan hujan yang saat itu… seolah-olah ikut merasakan kesedihan di dalam hatinya. Tapi… sekali lagi Moni yakin, bahwa ini adalah air mata untuk yang terakhir kalinya. Setelah ini, dia pasti akan tersenyum dan bahagia. Ya… dia nggak sabar untuk tertawa lagi bersama Raka.
***
Ketika pulang sekolah, Moni langsung pergi dari sekolahnya. Tanpa mengajak Rani – sahabatnya – pulang bersama seperti biasanya. Ya, Moni melupakan itu. Yang ada dalam benaknya saat itu adalah cepat sampai di ‘BoomBiim Videos’. Sebuah toko kaset, CD, VCD, sampai DVD. Moni nggak mau kehilangan sebuah DVD yang sudah diincarnya sejak beberapa bulan yang lalu. Hanya saja, Moni harus menabung untuk membeli DVD itu.
Sebuah film yang sejak pertama film itu keluar, Moni sudah yakin sekali kalau film itu bagus. ‘Canon in Love’ ya… sebuah film yang ingin sekali ditontonnya. Tapi film itu tidak diputar di bioskop. Film itu hanya beredar di toko-toko kaset. Untuk itu, perlu banyak uang untuk mendapatkan film yang berasal dari negeri gingseng.
Moni sudah membaca referensi film tersebut di majalah dan internet. Semenjak saat itu, dia yakin sekali kalau film itu pasti keren. Apalagi, soundtrack-nya lagu klasik kesukaan Moni. Yup… Canon in D major yang diaransemen ulang menjadi background music di film tersebut. Semakin jadilah keinginan Moni untuk menonton film tersebut.
Dan setelah Moni sampai di depan toko kaset yang selalu menjadi incaran matanya ketika dia melintas di jalan tersebut, Moni langsung masuk dan cepat-cepat berjalan menuju rak DVD yang sudah diincarnya.
Tiga bulan yang lalu, ketika Moni masuk ke toko itu, masih cukup banyak DVD film ‘Canon in Love’ di toko itu. Lalu, hampir setiap minggu, Moni datang ke toko itu untuk sekedar mengecek apakah DVD itu masih ada atau sudah habis. Dan minggu kemarin, DVD itu hanya bersisa tiga buah. Moni harap-harap cemas. Berharap, DVD itu masih ada.
ADA!! Teriak Moni dalam hati. Tinggal satu lagi… teriak Moni lagi. Dan Moni bergegas mengambil DVD itu. Tapi ketika dia hendak mengulurkan tangannya untuk mengambil DVD itu, ada seseorang yang sudah lebih cepat darinya dan mengambil DVD itu.
Moni menoleh ke arah seorang cowok yang berani-beraninya merebut DVD incarannya itu. Tapi cowok itu cuek dan mengabaikan tatapan gahar Moni ke arahnya. Dia malah dengan santainya pergi meninggalkan Moni dan menuju kasir. Tapi Moni nggak diam begitu saja. Dia harus mendapatkan DVD itu. Batinnya.
“Tunggu…” teriak Moni sambil meraih lengan cowok yang hampir menjauh darinya.
Cowok yang juga masih mengenakan seragam sekolah itupun menoleh ke arah Moni dengan wajah tak berdosa. Sebenarnya, dia tau maksud cewek itu apa. Tapi… dia hanya berpura-pura nggak mengetahui apa-apa. “Kenapa?” tanyanya singkat.
“Itu…” Moni menunjuk ke arah DVD yang dipegang cowok itu. “Gue duluan yang liat!!” kata Moni jutek.
Cowok itu memandangi DVD yang ada dalam genggamannya dan beralih pandang ke arah Moni yang menatapnya dengan wajah penuh kekesalan. “Tapi gue duluan yang ambil…” jawab cowok itu santai dan bergegas pergi.
“Nggak bisa gitu…” balas Moni yang berusaha mencegah kepergian cowok menyebalkan itu. “Gue duluan yang mau beli film itu… udah dari dulu. Dari pertama kali film itu keluar dan masuk ke Indonesia… terus… Gue udah lama nabung buat beli DVD itu. Jadi lo nggak bisa seenaknya ngambil DVD yang udah lama mau gue beli…” kata Moni setengah teriak.
Cowok itu agak sedikit terkesan mendengar perkataan Moni. Dia jadi kasihan dengan cewek itu. Tapi… dia juga penasaran dengan film itu dan ingin menontonnya. “Terus… emangnya ada tulisan di sini kalo DVD ini udah jadi inceran lo dan gue atau orang lain nggak boleh beli gitu…” katanya sambil melirik ke arah lengan kanan Moni.
Moni makin kesal dengan cowok itu. Tapi dia nggak boleh nyerah. Tiba-tiba ada sebuah ide yang muncul begitu saja di otaknya. Tapi entahlah ide itu bisa berhasil atau tidak. “Gini aja… gimana kalau DVD itu gue beli dan kalau lo mau gue bisa pinjemin ke lo… jadi lo nggak perlu ngeluarin uang kan?”
Cowok itu tersenyum tipis. “Makasih deh…” katanya bergegas pergi.
NYEBELIN!!! Teriak Moni dalam hati. Dia tidak menyangka kalau hari ini dia akan bertemu dengan cowok yang super nyebelin. Huh,, rasanya ingin sekali Moni menangis saat itu. Ya… usahanya selama ini gagal. Dia tidak jadi menonton film yang sudah sejak lama diinginkan olehnya.
***
Raka mematikan DVD-nya setelah film yang baru saja ditontonnya selesai. Film yang mengharukan, yang ceritanya tentang seorang cowok yang berusaha menghilangkan kemunafikan di dalam dirinya dan juga menghilangkan kemunafikan cewek yang dicintainya. Film dimana seorang cowok tersebut berjuang keras melawan penyakit yang bersarang di tubuhnya. Dan ada satu pelajaran yang dapat diambil oleh Raka. Dari film itu, dia tau bahwa penderitaan yang sedang kita alami harusnya bukan menjadi alasan untuk menjadi lemah. Justru sebaliknya… menjadi kuat dan berusaha bangkit di sisa umurnya. Di film itu, si cowok membuat hidupnya yang mungkin terasa tidak berarti menjadi lebih berarti. Sampai akhirnya, cowok itu berhasil mendapatkan cewek yang dicintainya dan mereka berdua sepakat untuk membuat hidup si cowok lebih berarti.
Meskipun ceritanya tidak berakhir dengan kematian, tapi ceritanya sangat mengharukan. Si cowok yang suka bermain piano pun membuat aransemen baru dari sebuah lagu klasik karya Johann Pachelbel yang sangat terkenal. Lagu tersebut ditujukan untuk cewek yang dicintainya.
Dan setelah Raka menonton film itu, Raka jadi ingat dengan cewek yang tadi sempat memohon agar dia tidak jadi membeli DVD itu. Raka tersenyum geli mengingat kejadian tadi siang. Cewek itu bilang, dia sudah lama sekali ingin menonton film itu. Tapi dia harus menabung dulu untuk membeli film itu.
Sebenarnya Raka bukanlah cowok cengeng yang hobi menonton film romantic yang mengharukan. Tapi… karena dia tidak sengaja mencari sebuah artikel di internet dan ada sebuah blog yang memaparkan tentang synopsis cerita dari film tersebut, Raka jadi penasaran dan ingin menontonnya. Dan benar saja… selain film itu bagus, film itu juga membuatnya mengalami kejadian luar biasa. Bertemu dengan cewek yang terobsesi berat ingin menonton film itu.
Sementara itu, Moni terdiam di kamarnya. Dia memandangi semua uang yang berhasil dikumpulkan olehnya. Uang yang seharusnya dipergunakan untuk membeli sebuah DVD film ‘Canon in Love’. Tapi usahanya sia-sia. Dia kehabisan DVD itu. Dan tadi siang ketika dia mencari DVD itu di toko lain pun sudah sold out alias habis.
Alhasil, dia hanya murung di kamarnya dan sejak pulang dari mencari DVD film itu, dia tidak keluar dari kamarnya untuk makan ataupun mandi. Yup, Moni ngambek berat dan kesal sekali dengan cowok tadi siang.
“Mon…” terdengar suara Bundanya yang mengetuk pintu kamarnya.
Moni membukakan pintu untuk Bundanya. “Ada apa Bun?” tanyanya datar.
“Moni… kok dari tadi siang kamu nggak keluar kamar sih? Kamu sakit?” tanya Bundanya sedikit cemas.
Moni menggelengkan kepalanya. “Nggak Bunda… aku nggak kenapa-kenapa kok…” katanya sambil menuju ranjangnya.
“Terus… kenapa nggak keluar untuk makan?” tanya Bundanya sambil melirik jam dinding yang kini menunjukkan pukul 7 malam.
“Aku udah kenyang Bunda…” kata Moni berbohong. Padahal, hari ini dia baru mengisi perutnya dengan siomay di kantin sekolahnya.
“Oya?” tanya Bundanya tak percaya. “Kalau mandi??” tanya Bundanya lagi.
Moni membelalakan kedua bola matanya. Sangking kesalnya dengan cowok tadi, dia sampai lupa makan dan mandi. “Hehehe… iya. Udah juga Bunda…” katanya sambil nyengir.
“Kapan?” tanya Bundanya heran. “Bunda nggak liat kamu keluar kamar dan mandi…” lanjut Bundanya.
“Tadi pagi Bunda…” kata Moni sambil tertawa lebar.
Bunda tersenyum melihat putrinya. “Ya udah… sekarang kamu mandi dulu sana..” perintah Bundanya.
“Iya Bunda…” Moni bergegas keluar dari kamarnya.
Dan setelah mandi, Moni berkumpul bersama Bunda dan Kakaknya yang tengah menonton acara TV. Moni memang hanya tinggal bertiga dengan Bunda dan Kakaknya. Sementara ayahnya, bekerja di luar negeri.
Lagi-lagi, malam itu Moni tidak bisa melupakan kejadian tadi siang. Dia masih saja cemberut dan kesal.
“Loh kamu kenapa Mon? kok cemberut gitu?” tanya Bunda kepada anak perempuannya itu. “Gimana DVD nya? Udah beli?” tanya Bundanya lagi yang makin membuat Moni kesal.
“Itu Bunda masalahnya…” Moni menceritakan semua kejadian yang dialaminya tadi siang kepada Bunda dan kakaknya.
“Hahaha… keren donk Dek. Jadi kayak di sinetron gitu dek…” goda Kak Farant kepada adiknya.
“Ihh Kak Farant tuh apaan sih Kak… aku kesel nih…” ujar Moni kesal.
Farant malah makin geli melihat wajah adiknya yang terlipat seperti kertas. “Ya udah berdoa aja biar kamu bisa ketemu dengan cowok itu lagi dek…”
Moni menatap kakaknya kesal. Untuk apa dia bertemu dengan cowok menyebalkan itu lagi. Satu kali saja dia bertemu dengan cowok tadi siang sudah membuatnya naik darah. Apalagi harus bertemu dengan cowok itu untuk yang kedua kalinya atau bahkan ketiga kalinya. “Biar apa gitu kak? Biar kayak sinetron gitu kak?” tanyanya jutek.
“Biar kamu bisa pinjem DVD nya sama dia lah dek…” kata Farant sambil tertawa geli. “Terus ajak kenalan dan minta nomer HP nya… Hahaha…”
“Ihhh…. Kak Farant nyebelin!!!” Moni memukul-mukul tubuh kakaknya yang hampir saja terjatuh dari sofa.
Bunda mencoba menghentikan pertengkaran antara adik dan kakak itu. “Sudah… sudah…”
BAB 2
Dua hari kemudian…
Moni terlambat datang ke sekolah. Dia kesiangan hari itu. Pasalnya, tadi malam dia sempat lembur karena harus mengerjakan PR matematika yang sangat banyak. Alhasil, dia ditinggal oleh Farant yang sudah berangkat lebih dulu ke kampus. Dan terpaksa, Moni harus rela naik bus dan telat.
Setelah sampai di sekolah pintu gerbang sudah hampir ditutup karena jam sudah menunjukkan pukul 07.30. Hampir saja Pak Sutomo – satpam sekolah Moni – mengunci pintu gerbang sekolahnya. Untunglah, Moni diberi kesempatan oleh Pak Sutomo yang baik hati untuk masuk ke sekolah.
Dan setelah Moni sampai di kelasnya…
“Maaf Pak saya telat…” katanya reflek.
Semua teman-teman memandang Moni yang penuh dengan keringat. Termasuk Pak Bono dan seorang cowok yang tengah berdiri di depan kelas.
Cowok itu anak baru. Dia baru saja memperkenalkan dirinya di depan kelas. Tapi perkenalannya terpotong, lantaran Moni mengganggunya. Dan betapa terkejutnya Moni saat dilihatnya siapa cowok itu.
“Raka…” tegur Pak Bono. “Kamu boleh duduk… di bangku yang masih kosong…” Pak Bono mempersilakan Raka untuk duduk di bangku yang masih kosong. “Kamu Moni… ke sini kamu…” Pak Bono menyuruh Moni mengekornya ke meja guru.
Moni masih terbengong melihat cowok yang bernama Raka itu ada di sekolahnya. Bahkan dia menuju tempat duduk Moni. Wah,, masa dia mau duduk di bangku gue sih? Batin Moni. Tapi Moni tidak bisa berbuat apa-apa. Pasalya dia sudah tau kalau Pak Bono akan mengintrogasinya. Dan… entah berapa lama Pak Bono akan mengomelinya.
Dan setelah Pak Bono selesai bertanya-tanya kepada Moni, Pak Bono langsung mempersilakan moni untuk duduk di bangkunya. Dengan perasaan kesal, Moni menghampiri bangkunya yang tak lagi kosong. Tapi ada penghuni baru di sana. Penghuni yang membuatnya kesal sekali.
“Ini bangku gue…” terangnya sambil mengusir Raka secara tidak langsung.
“Ini bangku punya sekolah… bukan punya lo!” balas Raka.
Moni geram mendengar perkataan Raka. Cowok itu benar-benar menyebalkan. Kemarin, Raka membuatnya kesal dengan merebut DVD yang sudah menjadi incarannya sejak beberapa bulan lalu. Dan sekarang, Raka membuatnya lagi-lagi kesal dengan merebut bangkunya. Benar-benar nyebelin. Teriak Moni dalam hati. “Tapi gue duluan yang duduk di sini… kenapa lo nggak duduk di situ aja…” kata Moni sambil menunjuk sebuah bangku yang masih kosong di samping bangkunya.
“Tapi sekarang yang duduk duluan di sini gue duluan…” balas Raka lagi.
“Ihhh… lo nyebelin banget tau nggak!!” teriak Moni yang membuat Pak Bono dan anak-anak lainnya menatap Moni aneh.
“Moni…” tegur Pak Bono. “Apa-apaan kamu!! Sudah terlambat, buat masalah lagi… Ada apa?” tanya Pak Bono galak.
“Ini tempat duduk saya Pak… dia nggak mau pindah…” katanya sambil melirik ke arah Raka.
“Kamu kan terlambat. Jadi kamu harusnya mengalah! Kalau kamu tidak mau bangkunmu di tempati oleh orang lain, kenapa kamu tidak datang lebih awal…” kata Pak Bono.
Moni berdecak kesal. Apalagi dilihatnya Raka yang tengah tersenyum mengejek. Dan juga tatapan jutek Vanda cs yang memang sok artis. Moni yakin sekali, kalau Vanda cs langsung klepek-klepek begitu melihat Raka. Dan sudah pasti, Moni bakal disudutkan karena berani melawan cowok keren di sekolahnya.
Moni menarik nafas dalam-dalam dan bergegas duduk di bangku yang masih kosong.
***
Kring!! Bel pergantian mata pelajaran berbunyi. Moni kembali menatap jutek ke arah Raka. Dia mengamati cowok yang duduk di bangkunya. Cowok itu, boleh aja keren… tapi nyebelin. Jadi… sudah pasti Vanda, Keyla, dan Ovi langsung carper dengan anak baru itu.
Raka yang sadar banget kalau dirinya menjadi perhatian cewek di sampingnya pun hanya bisa terenyum geli. Dan Raka membalas tatapan Moni. Tapi ketika dia melepaskan pandangannya ke arah Moni, Moni langsung memalingkan wajahnya. “Ada yang mau lo omongin ke gue?” tanya Raka kemudian.
Moni geram mendengar perkataan Raka barusan. Dia pun kembali menatap Raka dengan tatapan jutek. “Ngapain? Mendingan gue ngajak ngomong monyet daripada ngomong sama lo…” kata Moni kesal.
Raka tertawa kecil mendengar jawaban Moni. “Terus kenapa lo ngeliatin gue terus?” tanya Raka lagi.
“Siapa yang ngeliatin lo… sok keren banget sih!!” tuding Moni.
“Ohh gue keren… makasih deh…” canda Raka.
Moni menjulurkan lidahnya. Dia muak sekali mendengar perkataan Raka barusan. Dibilang sok keren malah GR. Emang nyebelin tuh cowok. Batin Moni.
Tiba-tiba… Vanda cs datang menghampiri Raka.
“Hai Raka…” sapa Vanda sok manis. Moni dan Rani geli sekali melihat tingkah cewek itu yang selalu cari-cari perhatian kepada cowok-cowok keren di sekolahnya.
Raka bingung melihat cewek itu. Dia enggan membalas sapaan cewek itu. Tapi dia menggantinya dengan tersenyum tipis.
“Kenalin… gue Vanda…” katanya lagi-lagi sok manis sambil menjulurkan tangan kanannya. Raka membalas uluran tangan Vanda. Sementara itu, Moni dan Rani yang saat itu duduk dengan dipisahkan oleh Raka yang duduk di tengah-tengah antara Moni dan Rani pun tertawa geli melihat kelakuan Vanda.
“Gue Ovi…” serang Ovi yang nggak mau kalah.
Keyla yang juga ada di sana pun nggak mau kalah dan meminta agar Vanda dan Ovi menyingkir. “Gue Keyla…” katanya sambil menyunggingkan senyum termanisnya – bagi Keyla loh.
Dan saat itu, Bu Nay datang dan segera menyuruh anak-anak untuk duduk di bangkunya masing-masing. Inilah saat-saat yang ditunggu oleh Moni. Kedatangan Bu Nay yang merupakan guru favorite-nya. Tentunya banyak alasan mengapa Bu Nay masuk ke dalam kategori guru favorite Moni. Itu disebabkan karena Bu Nay mengajar mata pelajaran seni musik yang merupakan pelajaran kesukaan Moni. Selain itu, Bu Nay juga sangat baik dan ramah. So, No wonder, If she likes her.
“Baiklah anak-anak. Hari ini kita tidak belajar di kelas… kita akan ke gedung seni musik..” kata Bu Nay menjelaskan.
Moni makin semangat mendengar ajakan Bu Nay untuk belajar di gedung seni music. Dia bergegas memberesakan semua barang-barangnya dan memasukkan ke dalam tasnya.
***
“Baiklah anak-anak… sebelum kita mulai belajar, ibu ingin berkenalan dulu dengan anak baru di kelas ini…” Bu Nay menatap Raka yang sudah mulai membaur dengan anak-anak cowok di kelas XI IPS 2. “Ayo perkenalkan dirimu..” pinta Bu Nay.
Raka berdiri dari tempat duduknya dan memperkenalkan dirinya. “Nama saya Raka Putra. Saya pindahan dari SMA Teladan…” katanya menjelaskan.
“Kenapa kamu pindah ke sini Raka?” tanya Bu Nay yang bingung kenapa Raka pindah di tengah-tengah semester ganjil.
“Saya bosan Bu. Ingin mencari suasana baru dan… ada hal penting yang membuat saya pindah ke sini…” katanya mencoba menjelaskan alasan kepindahannya dari SMA Teladan ke SMA Bakti Negara.
Di benak Moni terlintas negative thinkin’. Dia yakin sekali kalau Raka itu dikeluarkan dari sekolah karena mungkin Raka itu di luar saja kelihatan baik tapi… mungkin aslinya lebih buruk. Dan orangtuanya yang tentunya kaya raya, bisa saja membuat sekolahnya menerima keberadaan anak nakal itu. Tentunya dengan sejumlah sumbangan ini dan itu… pikir Moni.
“Oke! Bisa bermain alat musik?” tanya Bu Nay kemudian.
Raka tersenyum tipis. “Sedikit…” katanya lagi.
Bu Nay tersenyum. “Bisa tunjukkan ke teman-temanmu?” tanyanya.
Raka tersenyum tipis dan segera melangkahkan kakinya menuju sebuah gitar akustik. Raka lalu mengambil satu bangku kosong yang tidak begitu jauh darinya dan duduk di bangku tersebut. Lalu, dia mulai memetik gitarnya perlahan.
Dari petikan pertama yang dimainkan oleh Raka, Moni sudah bisa menebak lagu apa yang akan dimainkan oleh cowok itu. Yup, Raka memainkan lagu Canon in D major versi akustik. Dan saat itu, Moni tertegun dengan kepiawaian Raka memainkan gitar.
Semua yang ada di kelas saat itu terhanyut dengan permainan gitar yang indah dari Raka. Termasuk Bu Nay yang juga kagum dengan permainan gitar Raka. Kelas yang tadinya berisik, kini hening. Hanya terdengar dentingan gitar yang dimainkan Raka. Semuanya menikmatinya. Termasuk Moni. Yang tanpa disadari olehnya, kalau dia tengah mengagumi cowok itu.
Dan saat tatapan Raka jatuh kepada Moni, Moni langsung kaget dan memalingkan pandangannya. Dia menyesal karena sudah menatap cowok itu dengan lekat. Pasti dia GR! Batin Moni. Benar kan… batin Moni membenarkan ketika dilihatnya Raka tersenyum licik ke arahnya.
Tepukan tangan keras dari semua yang ada dikelas itu, termasuk Bu Nay, membuyarkan lamunan Moni. Raka telah menyelesaikan sebuah lagu klasik yang dimainkannya dengan gitar akustik. Semua anak bersorak sambil bertepuk tangan. Tapi hanya Moni yang tidak melakukannya. Bahkan Rani heran kenapa sohibnya itu tidak melakukan hal yang sama seperti teman-temannya yang lain. Padahal, Rani tau benar kalau Moni itu pecinta music klasik. Terlebih lagi, dia sangat menyukai lagu Canon in D major. Jadi… mungkin Moni masih kesal dengan Raka karena sudah merebut bangkunya. Rani nggak tau apa yang sebenarnya telah terjadi diantara kedua orang itu. Moni membenci Raka bukan saja karena Raka telah merebut bangkunya. Tapi juga merebut DVD yang ingin dibelinya sejak lama.
Rani menyenggol lengan Moni dan menyuruhnya untuk ikut bertepuk tangan. Moni ogah sekali melakukannya. Tapi… pada akhirnya dia bertepuk tangan dengan malas.
Canon in Love (Bab 3 & Bab 4)
Moni terlambat datang ke sekolah. Dia kesiangan hari itu. Pasalnya, tadi malam dia sempat lembur karena harus mengerjakan PR matematika yang sangat banyak. Alhasil, dia ditinggal oleh Farant yang sudah berangkat lebih dulu ke kampus. Dan terpaksa, Moni harus rela naik bus dan telat.
Setelah sampai di sekolah pintu gerbang sudah hampir ditutup karena jam sudah menunjukkan pukul 07.30. Hampir saja Pak Sutomo – satpam sekolah Moni – mengunci pintu gerbang sekolahnya. Untunglah, Moni diberi kesempatan oleh Pak Sutomo yang baik hati untuk masuk ke sekolah.
Dan setelah Moni sampai di kelasnya…
“Maaf Pak saya telat…” katanya reflek.
Semua teman-teman memandang Moni yang penuh dengan keringat. Termasuk Pak Bono dan seorang cowok yang tengah berdiri di depan kelas.
Cowok itu anak baru. Dia baru saja memperkenalkan dirinya di depan kelas. Tapi perkenalannya terpotong, lantaran Moni mengganggunya. Dan betapa terkejutnya Moni saat dilihatnya siapa cowok itu.
“Raka…” tegur Pak Bono. “Kamu boleh duduk… di bangku yang masih kosong…” Pak Bono mempersilakan Raka untuk duduk di bangku yang masih kosong. “Kamu Moni… ke sini kamu…” Pak Bono menyuruh Moni mengekornya ke meja guru.
Moni masih terbengong melihat cowok yang bernama Raka itu ada di sekolahnya. Bahkan dia menuju tempat duduk Moni. Wah,, masa dia mau duduk di bangku gue sih? Batin Moni. Tapi Moni tidak bisa berbuat apa-apa. Pasalya dia sudah tau kalau Pak Bono akan mengintrogasinya. Dan… entah berapa lama Pak Bono akan mengomelinya.
Dan setelah Pak Bono selesai bertanya-tanya kepada Moni, Pak Bono langsung mempersilakan moni untuk duduk di bangkunya. Dengan perasaan kesal, Moni menghampiri bangkunya yang tak lagi kosong. Tapi ada penghuni baru di sana. Penghuni yang membuatnya kesal sekali.
“Ini bangku gue…” terangnya sambil mengusir Raka secara tidak langsung.
“Ini bangku punya sekolah… bukan punya lo!” balas Raka.
Moni geram mendengar perkataan Raka. Cowok itu benar-benar menyebalkan. Kemarin, Raka membuatnya kesal dengan merebut DVD yang sudah menjadi incarannya sejak beberapa bulan lalu. Dan sekarang, Raka membuatnya lagi-lagi kesal dengan merebut bangkunya. Benar-benar nyebelin. Teriak Moni dalam hati. “Tapi gue duluan yang duduk di sini… kenapa lo nggak duduk di situ aja…” kata Moni sambil menunjuk sebuah bangku yang masih kosong di samping bangkunya.
“Tapi sekarang yang duduk duluan di sini gue duluan…” balas Raka lagi.
“Ihhh… lo nyebelin banget tau nggak!!” teriak Moni yang membuat Pak Bono dan anak-anak lainnya menatap Moni aneh.
“Moni…” tegur Pak Bono. “Apa-apaan kamu!! Sudah terlambat, buat masalah lagi… Ada apa?” tanya Pak Bono galak.
“Ini tempat duduk saya Pak… dia nggak mau pindah…” katanya sambil melirik ke arah Raka.
“Kamu kan terlambat. Jadi kamu harusnya mengalah! Kalau kamu tidak mau bangkunmu di tempati oleh orang lain, kenapa kamu tidak datang lebih awal…” kata Pak Bono.
Moni berdecak kesal. Apalagi dilihatnya Raka yang tengah tersenyum mengejek. Dan juga tatapan jutek Vanda cs yang memang sok artis. Moni yakin sekali, kalau Vanda cs langsung klepek-klepek begitu melihat Raka. Dan sudah pasti, Moni bakal disudutkan karena berani melawan cowok keren di sekolahnya.
Moni menarik nafas dalam-dalam dan bergegas duduk di bangku yang masih kosong.
***
Kring!! Bel pergantian mata pelajaran berbunyi. Moni kembali menatap jutek ke arah Raka. Dia mengamati cowok yang duduk di bangkunya. Cowok itu, boleh aja keren… tapi nyebelin. Jadi… sudah pasti Vanda, Keyla, dan Ovi langsung carper dengan anak baru itu.
Raka yang sadar banget kalau dirinya menjadi perhatian cewek di sampingnya pun hanya bisa terenyum geli. Dan Raka membalas tatapan Moni. Tapi ketika dia melepaskan pandangannya ke arah Moni, Moni langsung memalingkan wajahnya. “Ada yang mau lo omongin ke gue?” tanya Raka kemudian.
Moni geram mendengar perkataan Raka barusan. Dia pun kembali menatap Raka dengan tatapan jutek. “Ngapain? Mendingan gue ngajak ngomong monyet daripada ngomong sama lo…” kata Moni kesal.
Raka tertawa kecil mendengar jawaban Moni. “Terus kenapa lo ngeliatin gue terus?” tanya Raka lagi.
“Siapa yang ngeliatin lo… sok keren banget sih!!” tuding Moni.
“Ohh gue keren… makasih deh…” canda Raka.
Moni menjulurkan lidahnya. Dia muak sekali mendengar perkataan Raka barusan. Dibilang sok keren malah GR. Emang nyebelin tuh cowok. Batin Moni.
Tiba-tiba… Vanda cs datang menghampiri Raka.
“Hai Raka…” sapa Vanda sok manis. Moni dan Rani geli sekali melihat tingkah cewek itu yang selalu cari-cari perhatian kepada cowok-cowok keren di sekolahnya.
Raka bingung melihat cewek itu. Dia enggan membalas sapaan cewek itu. Tapi dia menggantinya dengan tersenyum tipis.
“Kenalin… gue Vanda…” katanya lagi-lagi sok manis sambil menjulurkan tangan kanannya. Raka membalas uluran tangan Vanda. Sementara itu, Moni dan Rani yang saat itu duduk dengan dipisahkan oleh Raka yang duduk di tengah-tengah antara Moni dan Rani pun tertawa geli melihat kelakuan Vanda.
“Gue Ovi…” serang Ovi yang nggak mau kalah.
Keyla yang juga ada di sana pun nggak mau kalah dan meminta agar Vanda dan Ovi menyingkir. “Gue Keyla…” katanya sambil menyunggingkan senyum termanisnya – bagi Keyla loh.
Dan saat itu, Bu Nay datang dan segera menyuruh anak-anak untuk duduk di bangkunya masing-masing. Inilah saat-saat yang ditunggu oleh Moni. Kedatangan Bu Nay yang merupakan guru favorite-nya. Tentunya banyak alasan mengapa Bu Nay masuk ke dalam kategori guru favorite Moni. Itu disebabkan karena Bu Nay mengajar mata pelajaran seni musik yang merupakan pelajaran kesukaan Moni. Selain itu, Bu Nay juga sangat baik dan ramah. So, No wonder, If she likes her.
“Baiklah anak-anak. Hari ini kita tidak belajar di kelas… kita akan ke gedung seni musik..” kata Bu Nay menjelaskan.
Moni makin semangat mendengar ajakan Bu Nay untuk belajar di gedung seni music. Dia bergegas memberesakan semua barang-barangnya dan memasukkan ke dalam tasnya.
***
“Baiklah anak-anak… sebelum kita mulai belajar, ibu ingin berkenalan dulu dengan anak baru di kelas ini…” Bu Nay menatap Raka yang sudah mulai membaur dengan anak-anak cowok di kelas XI IPS 2. “Ayo perkenalkan dirimu..” pinta Bu Nay.
Raka berdiri dari tempat duduknya dan memperkenalkan dirinya. “Nama saya Raka Putra. Saya pindahan dari SMA Teladan…” katanya menjelaskan.
“Kenapa kamu pindah ke sini Raka?” tanya Bu Nay yang bingung kenapa Raka pindah di tengah-tengah semester ganjil.
“Saya bosan Bu. Ingin mencari suasana baru dan… ada hal penting yang membuat saya pindah ke sini…” katanya mencoba menjelaskan alasan kepindahannya dari SMA Teladan ke SMA Bakti Negara.
Di benak Moni terlintas negative thinkin’. Dia yakin sekali kalau Raka itu dikeluarkan dari sekolah karena mungkin Raka itu di luar saja kelihatan baik tapi… mungkin aslinya lebih buruk. Dan orangtuanya yang tentunya kaya raya, bisa saja membuat sekolahnya menerima keberadaan anak nakal itu. Tentunya dengan sejumlah sumbangan ini dan itu… pikir Moni.
“Oke! Bisa bermain alat musik?” tanya Bu Nay kemudian.
Raka tersenyum tipis. “Sedikit…” katanya lagi.
Bu Nay tersenyum. “Bisa tunjukkan ke teman-temanmu?” tanyanya.
Raka tersenyum tipis dan segera melangkahkan kakinya menuju sebuah gitar akustik. Raka lalu mengambil satu bangku kosong yang tidak begitu jauh darinya dan duduk di bangku tersebut. Lalu, dia mulai memetik gitarnya perlahan.
Dari petikan pertama yang dimainkan oleh Raka, Moni sudah bisa menebak lagu apa yang akan dimainkan oleh cowok itu. Yup, Raka memainkan lagu Canon in D major versi akustik. Dan saat itu, Moni tertegun dengan kepiawaian Raka memainkan gitar.
Semua yang ada di kelas saat itu terhanyut dengan permainan gitar yang indah dari Raka. Termasuk Bu Nay yang juga kagum dengan permainan gitar Raka. Kelas yang tadinya berisik, kini hening. Hanya terdengar dentingan gitar yang dimainkan Raka. Semuanya menikmatinya. Termasuk Moni. Yang tanpa disadari olehnya, kalau dia tengah mengagumi cowok itu.
Dan saat tatapan Raka jatuh kepada Moni, Moni langsung kaget dan memalingkan pandangannya. Dia menyesal karena sudah menatap cowok itu dengan lekat. Pasti dia GR! Batin Moni. Benar kan… batin Moni membenarkan ketika dilihatnya Raka tersenyum licik ke arahnya.
Tepukan tangan keras dari semua yang ada dikelas itu, termasuk Bu Nay, membuyarkan lamunan Moni. Raka telah menyelesaikan sebuah lagu klasik yang dimainkannya dengan gitar akustik. Semua anak bersorak sambil bertepuk tangan. Tapi hanya Moni yang tidak melakukannya. Bahkan Rani heran kenapa sohibnya itu tidak melakukan hal yang sama seperti teman-temannya yang lain. Padahal, Rani tau benar kalau Moni itu pecinta music klasik. Terlebih lagi, dia sangat menyukai lagu Canon in D major. Jadi… mungkin Moni masih kesal dengan Raka karena sudah merebut bangkunya. Rani nggak tau apa yang sebenarnya telah terjadi diantara kedua orang itu. Moni membenci Raka bukan saja karena Raka telah merebut bangkunya. Tapi juga merebut DVD yang ingin dibelinya sejak lama.
Rani menyenggol lengan Moni dan menyuruhnya untuk ikut bertepuk tangan. Moni ogah sekali melakukannya. Tapi… pada akhirnya dia bertepuk tangan dengan malas.
Canon in Love (Bab 3 & Bab 4)
0 komentar:
Posting Komentar