THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Selasa, 15 Maret 2011

Canon in Love (Bab 7 & 8)

BAB 7

 Atas kesepakatan dengan mamanya, Raka yang memang tidak pernah mau diantar oleh supir pun kali ini menuruti keinginan mamanya. Dia pergi dengan diantar oleh supir pribadinya. Sepanjang perjalanan Raka tersenyum geli menatap Moni yang hanya cemberut dan nggak sedikitpun mengeluarkan suara. Bahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh Raka pun Moni ogah menjawabnya. Dia malah memilih untuk diam, diam, dan diam.
 Setelah sampai di SMA Yadika, Raka menahan tangan Moni yang ingin segera keluar dari mobil. Tapi Moni segera melepaskannya. Namun lagi-lagi Raka menahan tangan Moni dan menanyakan sesuatu kepadanya. “Tunggu… gue cuma mau nanya aja kok. Siapa yang nyuruh lo jemput gue??”
 Moni melepaskan genggaman tangan Raka dan keluar tanpa menjawab pertanyaan Raka. Tapi Raka masih penasaran. Dia pun mencoba bertanya lagi kepada Moni yang mulai mempercepat langkahnya. “Siapa Mon??” tanya Raka sambil menggamit lengan Moni.
 Moni menghentikan langkahnya. “Emangnya kenapa??” tanya Moni jutek.
 Raka menarik nafas panjang-panjang. “Tega…” desisnya. “Harusnya nggak perlu nyuruh lo kan? Siapa Mon? kenapa tega banget nyuruh lo jemput gue…” tanyanya mulai serius. Kali ini Raka jadi lebih serius. Sama seriusnya seperti ketika dia membela Moni di kantin waktu itu.
 “Nggak ada…” jawab Moni spontan.
 Raka terkejut. Dia nggak percaya dengan apa yang dikatakan Moni. Dia ingin menanyakan hal sama lagi, tapi Moni yang mengerti dengan maksud dari raut wajah Raka langsung menjawab lagi dengan jawaban yang sama. “Nggak ada yang nyuruh gue…” jelasnya.
 “Berarti… lo care donk sama gue??” tanya Raka sambil tersenyum.
 Moni nggak bisa menjawab. Dia mengalihkan keadaan dengan melihat jam tangannya. “Udah deh… nggak ada waktu lagi buat becanda…” ujar Moni.
 Raka menuruti Moni. Walau sebenarnya, dia nggak percaya dengan apa yang dikatakan Moni. Nggak ada yang menyuruh Moni untuk menjemputnya. Artinya… itu inisiatif dari Moni sendiri. Is that right?? Tanya Raka dalam hati.
***
 Pertandingan antara SMA Bhakti Negara melawan SMA 98 telah dimulai sejak setengah jam yang lalu. Raka dan Moni baru saja sampai di SMA Yadika dan langsung menghampiri teman-teman yang lainnya.
 Pak Derry beserta beberapa supporter dan pemain cadangan tim futsal SMA Bhakti Negara sangat senang dengan kehadiran Raka. Raka langsung menggantikan posisi Arya di lapangan dan siap untuk bertanding.
 Rani tersenyum geli melihat kedatangan Moni beserta Raka. Dia sudah mengira kalau Moni akan bertindak. “Ehm…” dehem Rani saat Moni datang dan duduk di sampingnya.
 “Ehem juga…” balas Moni.
 Rani malah tertawa mendengar balasan dari Moni. Rupanya diantara bisingnya suara anak-anak yang tengah mendukung tim futsal dari sekolahnya, Moni masih bisa mendengar suara Rani. “Gimana ceritanya??” tanya Rani sambil tersenyum geli.
 “Panjaaaaaanggg…… bisa jadi novel kalo diceritain..” jawab Moni asal.
 “Hahaha….” Rani malah semakin geli dengan jawaban Moni. Dia sulit membayangkan bagaimana Moni menyeret Raka untuk sampai ke SMA Yadika. Bukannya selama ini dia anti sekali berurusan dengan Raka. Alias Moni itu benci sekali dengan Raka. Hmm… Rani mulai mencium sesuatu yang aneh. Mungkin,, Moni mulai simpatik dengan Raka? Mungkin… batinnya.
 “Goal!!!” suara para supporter mengagetkan Rani dari lamunannya. Tapi… yang lebih mengagetkan adalah suara Moni yang juga sama hebohnya dengan anak-anak lainnya. Dan, Rani menjadi lebih kaget lagi kala dia melihat siapa yang berhasil membobolkan gawang lawannya. Raka!!! Wow… kenapa Moni jadi seneng berat melihat Raka mencetak goal. Hmm… bener-bener tanda cinta. Batin Rani.
 Seolah membaca kecurigaan di wajah Rani, Moni pun menghentikan aksi hebohnya. Dia berubah menjadi diam dan tidak lagi merayakan kemenangan sementara yang dibuat oleh Raka. Moni mengganti ekspresi lebaynya dengan hanya melirik sana sini. Dan ketika pandangannya jatuh pada Raka, cowok itu tengah memandangnya dengan senyuman tipis. Entah maksudnya apa. Moni langsung sentiment dengan tatapan Raka kepadanya. Huh… pasti mau sombong karena udah berhasil mencetak goal. Kata Moni dalam hati mencurigai.
***
 Berkat Raka, tim fusal SMA Bhakti Negara berhasil masuk ke babak final yang akan dilaksanakan keesokkan harinya. Raka menyumbang sebanyak tiga goal untuk kemenangan 4-2. Sedangkan Hadika menyumbang satu goal.
 Di akhir pertandingan, Raka nggak lupa dengan pertanyaannya yang belum terjawab oleh Moni. Sebelum pulang, Raka menghampiri Moni untuk menanyakan kembali pertanyaan yang sempat membuatnya penasaran.
 “Mon… tunggu!!” kata Raka sambil menggamit lengan Moni. Raka juga menatap Rani dengan maksud memintanya untuk meninggalkannya berdua dengan Moni.
 Rani mengerti maksud Raka dan langsung meninggalkan kedua orang tersebut. Tapi Moni menarik lengan Rani dengan sigap. “Lo mau kemana sih??” tanyanya kesal.
 “Hehehe…. Gue mau pipis….” Kata Rani asal.
 “Ya udah gue ikut…” kata Moni segera ingin pergi dari hadapan Raka.
 Rani bingung. Padahal dia kan hanya pura-pura kebelet buang air kecil supaya Raka bisa bicara berdua dengan Moni. Tapi, Moni malah mau ikut dengannya. “E..e…e…” Rani nggak bisa berkata apa-apa. Dia bingung sekali.
 “Mon… gue mau ngomong sama lo…” pinta Raka.
 Rani melepaskan lengannya dari genggaman Moni dan segera kabur. Moni terkejut dengan kelakuan temannya itu. Dia ingin mengejar Rani yang sudah berlari dengan cepat. Tapi langkahnya tertahan oleh tangan Raka yang kini mengenggam erat lengannya. “Raka lepasin!!” pinta Moni.
 “Sebentar… aja…” pinta Raka dengan nada memohon.
 “Udah sore tau…” ujar Moni sambil melihat jam yang kini sudah menunjukkan pukul 17.45.
 “Gue cuma mau nanya sama lo. Apa bener nggak ada yang nyuruh lo jemput gue??” tanya Raka serius.
 Aduh… ngapain sih dia nanyain itu lagi? Batin Moni. Kalau gue bilang nggak ada yang nyuruh dia GR lagi. Trus kalau gue bohong, waduhhh bakal ribet. Ihhh bingung…. Teriak Moni dalam hati. “Udah deh… nggak usah nanya-nanya…” kata Moni sambil berusaha melepaskan lengannya dari genggaman Raka.
 Saat itu, semua anak sudah mulai pulang. Hanya tinggal Raka dan Moni yang tersisa dan beberapa anak yang baru akan pulang. Moni mulai kehilangan jejak Rani. Dia mencari-cari sosok Rani yang entah pergi kemana.
 “Oke… lo nggak perlu jawab kok. Gue udah tau jawabannya…” kata Raka kemudian.
 “Apa??” tanya Moni jutek. Pasti GR!! Batinnya.
 Bukannya menjawab, Raka malah tersenyum menang. Alhasil, Moni makin kesal dan melepaskan tangannya dari genggaman Raka dan segera pergi. Sementara itu, Raka masih tersenyum melihat kepergian Moni.
***
 “Aduhhh Rani kemana sih??” tanya Moni bingung. Langit udah mulai gelap, dan dia hanya tinggal sendiri di sekitar SMA Yadika.
 Jangan-jangan Rani ninggalin gue lagi. Terka Moni dalam hati. Uhhh,,, reseh!! Teriak Moni.
 Moni lalu memutuskan untuk pulang sendirian. Dalam hatinya dia kesal sekali dengan Rani. Sejak tadi, Rani tidak mengangkat teleponnya. Juga tidak membalas sms darinya. Tak lama, sebuah mobil sedan melintas di dekatnya dan berhenti tepat di depannya. Moni tau pasti siapa orang yang ada di dalam mobil itu. Untuk itu, Moni hanya diam dan tidak mempedulikannya.
 “Kok lo sendirian??” tanya Raka heran sambil menutup pintu mobilnya.
 Moni menatap Raka jutek. Dalam hatinya dongkol sekali dengan Raka. Pura-pura nggak tau lagi… katanya dalam hati. “Gara-gara lo…” katanya jutek.
 “Ohh… ya udah kalo gitu gue anterin lo pulang ya…” kata Raka kemudian.
 Moni menggelengkan kepalanya. “Nggak usah…”
 Tanpa berkata, Raka pun menarik lengan Moni dan membawanya masuk ke dalam mobil. Moni sempat memberontak dan ingin melepaskan genggamannya. Tapi Raka menggenggam cewek itu erat-erat. Sehingga Moni sulit untuk melepaskan lengannya.
 “Ihh… lo tuh apaan sih??” tanya Moni jutek setelah dia benar-benar berada di dalam mobil Raka. Kemudian Moni tidak jadi marah-marah kepada Raka, karena nggak enak hati dengan Pak Gatot – supir Raka.
 Raka tidak membalas perkataan Moni, tapi malah tersenyum geli melihat wajah Moni yang kusut. Namun tak berapa lama kemudian, Raka berbisik ke arah Moni, “Makasih ya…”
 Moni mengernyitkan kedua alisnya dan membalas perkataan Raka, “Makasih?” tanyanya bingung.
 Raka menganggukkan kepalanya. “Iya… buat hari ini…”.
 Moni nggak mengerti maksud Raka. Tapi hatinya menerka-nerka, mungkin karena hari ini dia menjemputnya untuk ikut bertanding futsal. Moni hanya terdiam. Dia malas membalas perkataan Raka.


BAB 8

 Pertandingan futsal telah usai. Tim futsal SMA Bhakti Negara mampu masuk ke babak final dan melawan SMA 89. Dan tim futsal SMA Bhakti Negara mampu mengalahkan SMA 89 dan menjadi juara di tournament futsal antar sekolah tersebut. Hal tersebut merupakan kebanggaan tersendiri bagi SMA Bhakti Negara dan para anggota futsal. Mengingat selama tiga tahun berturut-turut mereka belum pernah menang. Dan kemenangan yang diraih oleh SMA Bhakti Negara, diharapkan menjadi awal bagi anggota tim futsal untuk bangkit dan tidak merasa puas dengan apa yang telah diraih.
 Raka yang baru saja bergabung di klub futsal di sekolah barunya itulah yang membawa SMA Bhakti Negara ke ambang kemenangan. Raka menyumbang dua goal. Sementara Chiko menyumbang satu goal. Dengan begitu, SMA Bhakti Negara menang 3-2 dari SMA 89.
 Namun, usai pertandingan futsal berlangsung, Raka memutuskan untuk tidak lagi bergabung dalam tim futsal. Alias mengundurkan diri sebagai anggota futsal SMA Bhakti Negara.
 Dan keluarnya Raka dari tim futsal tentu membuat semua anggota futsal bertanya-tanya dan terheran-heran dengan keputusan Raka tersebut. Tapi… sayangnya Raka enggan menjelaskan alasan yang mendasari keputusannya untuk keluar dari klub futsal. Dan yang paling sibuk mencari tahu kebenaran dan alasan dari berita tersebut adalah Vanda cs. Mereka penasaran sekali dengan keputusan Raka. Alhasil, siang itu ketika jam istirahat, Vanda cs menghampiri Raka yang tengah duduk di bangkunya.
 “Emangnya bener ya kata anak-anak kalau lo keluar dari klub futsal??” tanya Vanda sambil mengibaskan rambutnya yang panjang tergerai.
 Pertanyaan Vanda itu, membuat Moni yang sedang membaca komik kesukaannya terbatuk-batuk karena tertelan air liurnya sendiri. Dia terkejut setengah mati dengan pertanyaan Vanda itu. Hah?? Raka keluar dari klub futsal? Kok gue baru tau sih… batinnya.
 “Iya bener…” jawab Raka agak sedikit tak bersemangat. Dan jawaban Raka itu, makin membuat tenggorokan Moni terasa gatal. Raka menoleh ke arah Moni yang terbatuk-batuk. Kenapa dengan cewek ini? Batinnya. Perasaan dia baik-baik aja. Kok tiba-tiba batuk-batuk gitu. Batin Raka lagi. Dia ingin bertanya kepada Moni yang wajahnya mulai memerah. Tapi… tiba-tiba Vanda menarik wajahnya agar melihat ke arahnya.
 “Kenapa?” tanya Vanda mencoba membuat Raka tidak menoleh ke arah Moni.
 “Nggak apa-apa…” jawab Raka singkat sambil memandangi Moni yang sudah tidak terabatuk lagi.
 “Raka… lo jangan keluar donk. Lo keren banget tau kalo lagi main futsal…” pinta Ovi sedih.
 Raka tersenyum tipis mendengar perkataan Ovi. Tapi dia tidak begitu meladeni ketiga cewek itu. Dia ingin segera mengusir mereka dari hadapannya karena ada urusan penting yang akan dilakukannya. “Makasih… Bisa nggak kalian pergi. Gue mau ngerjain tugas gue…” kata Raka berbohong.
 “Tugas??” Vanda membelalakkan kedua bola matanya. “Emang ada tugas ya?” tanyanya lagi.
 “Nggak ada… ini tugas di tempat les gue..” jawab Raka berbohong lagi. “Tolong tinggalin gue…” pintanya.
 “Oke deh… dah Raka…” kata Vanda cs bersamaan.
 Setelah Vanda cs pergi, Raka menoleh ke arah Moni yang tengah memandangnya penuh tanya. Tapi… ketika pandangan mereka berdua bertabrakan, Moni langsung mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
 Raka tersenyum tipis, lalu… “Ada yang mau lo tanyain ke gue??” tanyanya.
 “Nggak…” kata Moni sambil bangkit dari tempat duduknya dan pergi bersama Rani yang sudah menunggunya di depan pintu kelas. Tapi… langkah Moni tertahan. Dia penasaran sekali dengan berita itu. ya… berita keluarnya Raka dari klub futsal.
 Moni membalikkan tubuhnya dan bertanya, “Lo.. beneran keluar dari klub futsal?” tanyanya jutek.
 Raka tersenyum tipis. Dia hafal sekali dengan sikap Moni yang selalu jutek kepadanya tapi… sebenarnya Moni tulus. Ya.. meskipun Moni berkata dengan nada jutek, tapi Raka yakin kalau sebenarnya Moni tulus. “Iya. Kenapa? Mau bilang gue keren?” katanya
 “Nggak juga… terserah lo sih mau keluar atau nggak.” Kata Moni sambil membalikkan badannya dan melangkahkan kakinya. Tapi… lagi-lagi dia penasaran. Dia ingin tau alasannya. Alasan mengapa Raka memutuskan untuk keluar dari klub futsal. Apa mungkin karena… “Kenapa?” tanya Moni dengan nada jutek lagi.
 “Waktu lo jemput gue… gue udah janji sama nyokap gue kalau pertandingan itu adalah pertandingan terakhir gue. Gue janji nggak akan main futsal lagi Mon…” kata Raka yang terdengar sedih. “Makasih ya… lo udah bantu gue keluar dari rumah untuk nyelesain pertandingan terakhir gue…” kata Raka sambil tersenyum menatap Moni.
 Benar kan… batin Moni. Dia sudah mengira kalau itu adalah alasan mengapa Raka tidak mau lagi terlibat dalam pertandingan futsal selanjutnya. Ada perasaan sedih di dalam hati Moni. Raka itu berbakat sekali. Tapi… mau bagaimana lagi. Orangtua adalah orang yang harus dihormati. Dan… mungkin Raka memang sudah tidak mau lagi membantah perkataan mamanya. “Ohh ya udah…” ujar Moni yang seolah tak peduli. Lalu Moni pergi menghampiri Rani yang masih setia menunggunya di depan pintu.
***
 Dentingan piano yang dimainkan oleh Moni membuat Raka terpukau dengan penampilan cewek itu. Moni menunjukkan kebolehannya bermain piano saat Bu Nay meminta Moni untuk bermain piano. Moni memainkan sebuah lagu kesukaannya Canon in D Major. Sangat indah sekali permainan piano dari Moni.
 Moni benar-benar membuat Raka terpukau dengan penampilannya. Bahkan Bu Nay menginginkannya memainkan lagu itu ketika perpisahan anak-anak kelas tiga nanti. Yup, sebentar lagi ujian nasional akan segera dimulai. Dan setelah itu, akan ada perpisahan anak-anak kelas tiga. Seperti tahun-tahun yang telah lewat, kelas satu dan kelas dua akan menyumbangkan penampilannya untuk anak-anak kelas tiga yang akan meninggalkan sekolah mereka. Dan di kelas XI IPS 2, Moni terpilih sebagai wakil kelas yang akan menyumbangkan permainan pianonya.
 Tepukan tangan dari semua anak-anak di kelas Moni saat Moni menyelesaikan permainan pianonya pun membuat suasana kelas menjadi ramai. Termasuk Raka yang memang sangat mengagumi permainan piano Moni.
 “Bagus sekali Moni…” puji Bu Nay sambil mengacungkan kedua jempolnya. “Jangan lupa berlatih ya untuk perpisahan nanti…” pinta Bu Nay.
 ‘Iya Bu…” jawab Moni.
 Moni lalu duduk di bangkunya. Dia tau benar saat itu ada seorang cowok yang tengah memandangnya. Tapi… Moni pura-pura tidak melihat dan duduk di bangkunya. Raka tau itu. dia tau kalau Moni berusaha menghindarinya. Tapi justru dia suka sekali dengan sikap Moni yang terlihat jutek tapi sebenarnya tulus.
***
 Setiap hari Moni berlatih keras untuk memberikan penampilan terbaiknya. Apalagi, ujian nasional hanya tinggal hitungan jari lagi. Setelah ujian selesai dilaksanakan, perpisahan anak-anak kelas tiga akan dilaksanakan.
 Masalahnya, Moni tidak hanya terpilih untuk mewakili kelasnya untuk memberikan persembahan untuk anak-anak kelas tiga yang akan meninggalkan sekolahnya, tapi juga diminta untuk mengiringi paduan suara SMA Bhakti Negara. Untuk itu, Moni merasa dirinya perlu berlatih banyak. Karena, butuh kerja sama yang baik dan kompak dengan para anggota paduan suara di sekolahnya.
 Dan siang itu, Moni berlatih bersama anak-anak paduan suara untuk menyanyikan mars sekolah mereka. Selain menyanyikan mars sekolah mereka, anggota paduan suara juga akan menyanyikan sebuah lagu perpisahan untuk anak-anak kelas tiga dan sebuah lagu ucapan terimakasih kepada guru yang telah membimbing anak-anak kelas tiga.
 Latihan dimulai dari pengambilan nada dasar untuk lagu mars Bhakti Negara. Dan setelah latihan yang dilakukan bersama anggota paduan suara selesai dan waktunya untuk istirahat, Moni malah menghabiskan waktunya di gedung seni music. Dia lebih memilih bermain piano daripada pergi ke kantin untuk mengisi perutnya.
 Moni memainkan Canon in D Major yang berhasil diaransemen ulang olehnya. Meskipun di sana hanya ada dirinya sendiri, tapi Moni memainkan pianonya seolah-olah dirinya sedang berada di atas panggung besar. Permainan piano yang sangat rapih dan penuh penghayatan. Ya… Moni sangat menikmati hobinya. Dia selalu begitu setiap kali bermain piano. Tidak peduli dimanapun dan kapanpun. Moni selalu menghayati setiap nada yang dimainkan olehnya. Sampai dia nggak sadar kalau ada seseorang yang tengah menatapnya lekat. Sesorang yang berdiri di depan pintu gedung seni music yang terbuka.
 Dan ketika Moni menyelesaikan permainan pianonya, Raka bertepuk tangan sambil tersenyum menatap Moni. Moni terkejut. Dia pikir dia hanya sendiri di ruangan itu. Rupanya ada orang lain di sana. Dan ketika dia menoleh ke arah suara tepukan itu berasal, dia menemukan Raka yang kini berjalan mendekat padanya.
 “Ngapain lo di sini?” tanya Moni jutek.
 “Liat lo lah…” jawab Raka sambil terus bejalan mendekat kea rah Moni.
 Moni memalingkan wajahnya. Lalu dia berdiri dan berjalan menuju pintu. Tapi Raka menahan langkahnya untuk segera keluar dari gedung seni music. “Mau kemana?” tanya Raka heran.
 “Pergi lah…” balas Moni dengan nada jutek.
 Raka duduk di sebuah bangku yang terletak di depan piano yang tadi dimainkan oleh Moni. Dia menyuruh Moni untuk duduk di sampingnya dengan memberikan kode kepada Moni. “Main piano lagi… buat gue…” pintanya.
 Moni mengernyitkan kedua alisnya. Apa maksudnya? Nggak penting… batin Moni. “Nggak…” kata Moni sembari pergi meninggalkan Raka.
 Namun, lagi-lagi raka menahan langkah kaki Moni. Bukan dengan tangannya yang menarik lengan Moni. Juga bukan dengan kata-katanya. Tapi dengan sebuah lagu berjudul Canon in D Major yang dimainkan olehnya. Bukan dengan gitarnya seperti waktu itu, tapi dengan piano yang tadi dipakainya untuk memainkan lagu itu juga. Unbelievable!!
 Moni membalikkan tubuhnya ke arah Raka yang tersenyum tipis menatapnya sambil terus memainkan lagu kesukaan Moni. Dia nggak pernah menyangka kalau Raka bisa bermain piano. Yang dia tahu, Raka hanya jago bermain futsal dan yaa.. bisa bermain gitar juga. Can’t believe it. Raka can be playing that piano fluently.Batin Moni.
 Moni berjalan mendekati Raka. Dia tidak jadi pergi meninggalkan Raka. Tapi malah menikmati keindahan permainan piano Raka dan menatap Raka lekat. Raka menghentikan permainan pianonya dan membalas tatapan lekat Moni.
 Moni duduk di sebelah Raka dengan tidak percaya. “Raka… lo… bisa main piano??” tanyanya heran plus kagum yang jelas tersembunyi.
 Raka tersenyum tipis. Lalu dia menerawang jauh seolah kembali ke masa lalunya. “Dulu waktu kecil, mama dan papa nyuruh gue les piano. Padahal… gue nggak terlalu suka. Gue lebih suka bola. Futsal… yaa gue suka futsal bukan music. Tapi… mama ngotot banget nyuruh gue les piano. Ya udah gue jalanin aja. Walaupun terpaksa banget…” katanya sambil kembali menatap Moni. “Tapi… ada untungnya gue pernah les piano. Hehe…”
 “Apa??” tanya Moni curiga melihat senyum jail Raka.
 “Bisa narik simpatik lo…hehe…” kata Raka yang membuat Moni membelalakan kedua bola matanya.
 Huekk!! Batin Moni. Moni memukul tubuh Raka. Tapi.. memang sih Raka benar. Dia memang kagum dan mungkin mulai simpatik kepada Raka. Uhh… tapi Raka tetep nggak boleh tau. Batin Moni. “Gimana kalo duet??” pinta Moni kemudian dengan senyumnya.
 Raka heran sekali melihat senyum itu. Sebelumnya dia tidak pernah melihat cewek itu tersenyum kepadanya. Never!! But Now… Moni tersenyum kepadanya. Mungkin untuk yang pertama kalinya. Raka bener-bener nggak nyangka akhirnya cewek itu bisa juga tersenyum kepadanya. Itulah yang dia tahu. Moni memang terlihat jutek. Tapi dia tau benar kalau cewek itu tulus. Sangat tulus…
 “Oke…” jawab Raka.
 Dan siang itu, suara detingan piano yang dimainkan oleh Raka dan Moni mengisi gedung kesenian yang cukup besar. Sangat indah dan terdengar tulus. Siswa-siswi yang tidak sengaja lewat dekat gedung kesenian pun ikut menikmati keindahan permainan piano Raka dan Moni. Bahkan mereka sampai berhenti di depan pintu gedung kesenian untuk melihat kedua orang itu. Dan, ada perasaan heran di hati mereka masing-masing. Sejak kapan Moni akur dengan Raka? Yang mereka tau, Moni selalu jutek kepada Raka. Dan hari itu, mereka menyaksikan kedua orang tersebut bermain piano. That’s so weird, right?
 Tapi… kalau ada yang heran dengan keakraban diantara Moni dan Raka, pasti ada juga yang iri hati melihat keakraban tersebut. Vanda! Dia mengumpat habis-habisan Moni yang telah merebut cowok incarannya. Dia heran sekali kenapa Raka tidak meliriknya sama sekali. Tapi malah melirik Moni yang biasa-biasa saja.

Canon in Love (Bab 5 & Bab 6)
Canon in Love (Bab 9 & Bab 10)

0 komentar: