THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Rabu, 18 Mei 2011

Canon in Love Bab 9 & 10

-->

BAB 9

            “Gue heran deh… kenapa gitu Raka lebih suka dengan lo ketimbang gue?” tanya Vanda kepada Moni yang berhasil ‘diculik’ olehnya dan dibawanya ke belakang sekolah.
            “Padahal…” lanjutnya sambil memandangi Moni dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Lo tuh biasa banget…” katanya merendahkan Moni.
            Moni cemberut. Dalam hatinya kesal sekali kepada tiga cewek sirik di hadapannya itu. Dia tidak membalas perkataan Vanda. Tapi dia hanya menatap ketiga cewek itu secara bergantian dengan tatapan sinis dan tajam.
            “Iya… bener banget Van…” kata Keyla menambahkan. “Seleranya Raka kok rendah gitu ya…” sindirnya sambil memandangi Moni yang memang baginya sangat biasa. Dengan rambut dikuncir asal dan dengan wajah polos tanpa make up sedikitpun.
            Vanda berpikir sejenak. Lalu dia menemukan dugaan dari hasil pemikirannya. “Ahh… jangan-jangan, lo pelet Raka ya??” tuduhnya sembarangan.
            Moni mulai geram. Sembarangan sekali Vanda menuduhnya yang bukan-bukan. Pelet? Emangnya gue segitu jeleknya apa? Sampe Raka agaknya bersalah banget kalo deket sama gue… batin Moni kesal. “Enak aja… Siapa juga yang melet Raka? Lo aja sana pelet dia… lo kan naksir berat sama dia…” serang Moni.
            Vanda tersindir. Sementara Ovi dan Keyla kesal mendengar perkataan Moni. “Ehh… gue juga suka Raka…” balas Ovi yang kesal melihat perkataan Moni yang mengarah ke Vanda.
            “Gue juga…” kata Keyla nggak mau kalah.
            “Tapi Raka bakalan jadi cowok gue…” balas Ovi sambil melotot ke arah Keyla.
            “Nggak bisa… gue pokoknya…” balas Keyla lagi.
            Moni heran menatap kedua orang yang sedang berebut satu orang cowok yang belum tentu menginginkan mereka berdua. Ditambah lagi dengan Vanda yang terlihat mulai kesal dengan kedua temannya tersebut.
            “Kalian nggak usah berantem!! Mau kalian suka kek sama Raka… tetep gue yang harus dapetin dia…” katanya menegaskan.
            Ovi dan Keyla saling berpandangan. Mereka kesal setengah mampus kepada Vanda yang terlalu otoriter. “APA??” kata Keyla dan Ovi bersamaan.
            Vanda membalas keterkejutan Keyla dan Ovi dengan tatapan sinisnya. Yang akhirnya memaksa Keyla dan Ovi untuk berhenti bertengkar dan berhenti memperebutkan Raka. Karena yaa… mereka berdua memang selalu mengalah dengan ketua genk mereka.
            “Lo kasih tau gue kenapa Raka sering deket-deket lo? Atau jangan-jangan… lo udah jadian sama Raka??” tanya Vanda kembali mengintrogasi Moni.
            “Ihh… gue jadian sama Raka? Nggak tuh…” jawab Moni jutek. “Terus… kalo masalah Raka sering deket-deket gue, bukannya deket-deket dengan kalian bertiga… lo tanya langsung aja sama Raka. Tapi… mungkin karena gue itu nggak centil dan…” Moni memutuskan kalimatnya sambil menahan geli.
            “Dan apa??” tanya Vanda cs bersamaan.
            “Dan… kerena gue… alami. Alias nggak kebanyakan dempul kayak kalian…” katanya sambil tertawa lebar.
            Ketiga cewek itu langsung kaget mendengar pernyataan Moni. Bagi mereka, musibah sekali kalau ada yang bilang dandan dan style mereka itu jelek. Karena ehh karena… butuh waktu berjam-jam untuk dandan keren sebelum berangkat sekolah. So, berani-beraninya Moni berkata seperti itu.
            “MONIIIIIII………..!!!!” ketiga cewek itu siap menerkam Moni yang telah berani mengejek mereka. Tapi Moni sudah lebih cepat melarikan diri dari hadapan mereka bertiga. Alhasil, ketiga cewek tersebut hanya berdecak kesal dan mengumpat dalam hati. Mereka berjanji akan membalas perbuatan Moni kepada mereka bertiga.
***
            Tepuk tangan meriah mengakhiri sebuah pertunjukkan paduan suara SMA Bhakti Negara. Semua yang hadir terharu dengan persembahan dari klub padus tersebut. Dilanjutkan dengan pertunjukkan piano klasik yang dimainkan oleh Moni.
            Raka mengamati gadis itu dengan lekat. Sejak awal, sebenarnya memang ada perasaan lain yang disimpannya untuk Moni. Tapi… dia belum berani untuk mengungkapkannya. Entah sejak kapan dia mulai merasakan ada hal lain yang menyangkut di hatinya. Dia bingung… walau awalnya dia enggan mengakuinya, tapi… perasaan memang nggak bisa bohong. Sekeras apapun dia tidak mengakuinya, tapi tetap saja perasaan yang disimpannya untuk Moni berbeda. Lebih dari sekedar teman. Itu yang lebih tepat.
            Lagi-lagi, tepuk tangan meriah sebagai pernghargaan kepada Moni yang telah berhasil memainkan lagunya dengan indah. Moni tersenyum senang melihat pemandangan dari atas panggung. Dia melihat semua orang begitu antusias memberikan applause kepadanya. Malam itu, dia telah berhasil membuat suasana sekolah menjadi lebih indah dengan permainan pianonya. Dia memberikan penghormatan kepada semua orang dan segera turun dari atas panggung.
            Di bawah sana, ada banyak mata yang menatapnya kagum. Termasuk Raka yang juga kagum dengan cewek itu. Tapi… seperti biasa, Vanda cs sangat tidak senang melihat kesuksesan Moni yang sudah berhasil menarik simpatik Raka lebih dalam lagi.
            Mereka pernah berjanji akan membalas dendam kepada Moni. Dan sejak sebelum datang ke sekolah, Vanda cs memang sudah berencana untuk membuat Moni menderita. Apapun dan bagaimanapun caranya.
            Moni berjalan menghampiri Rani yang tengah berkumpul dengan teman-teman sekelas lainnya. Dari tempat yang tersembunyi dan tidak terjangkau oleh Moni, Vanda cs mengamati Moni yang tengah berjalan. Mereka tau ke arah mana Moni akan pergi. Dengan langkah cepat, Keyla berjalan mendekati sebuah meja yang penuh dengan minuman dan kue. Dan dengan cepat juga dia meletakkan sebuah kulit pisang di dekat meja tersebut. Kemudian cewek itu bersembunyi lagi di tempat yang sama.
            Karena ingin segera sampai ke tempat Rani berdiri, Moni tidak menyadari kalau dirinya ada dalam bahaya. Dia terus saja melangkah, tanpa memperhatikan kulit pisang yang tergeletak di lantai.
            Dan benar saja, kaki Moni yang baru saja menyentuh kulit pisang tersebut, membuatnya lengah dan terjatuh. Moni mencoba menahan tubuhnya dengan memegang sebuah meja yang penuh dengan minuman dan kue yang ada di sampingnya, tapi tindakannya itu malah membuatnya makin menderita. Beberapa gelas jatuh dan jelas mengundang perhatian banyak orang. Moni malu sekali. Dia tidak menyangka kalau ini akan terjadi padanya. Sementara Vanda cs tertawa licik melihat Moni.
            Moni mencoba berdiri, tapi saat itu tubuhnya goyah lagi akibat tabrakan kasar dari Vanda yang membuat tubuhnya kembali jatuh. Bahkan, Vanda dengan sengaja menumpahkan segelas sirup ke wajah Moni. Begitupun Ovi dan Keyla yang ikut andil menumpahkan kue dengan krim ke gaun Moni.
            “Ups… sorry…” kata Vanda dengan ekspresi bersalah yang dibuat-buat.
            Dan kejadian itu membuat semua mata memandang ke arah mereka. Moni hampir menangis. Terjadi lagi. Batinnya. Dulu dia juga sempat dipermalukan di kantin sekolahnya. Dan sekarang, dia juga dipermalukan di depan orang banyak.
            Sekeras apapun Moni menahan tangisnya, tapi air matanya tetap jatuh di pipinya. Dengan cepat Moni menghapus air matanya. Dia sudah tidak kuat lagi. Dia tidak berusaha berdiri, tapi malah terdiam di lantai yang jadi hantaman empuk bokongnya.
            “Uwahh… dia… alami!!” teriak Ovi mengejek. “Tapi jorok banget!!” lanjutnya sambil tertawa puas bersama kedua temannya.
            “Berenti!!” teriak Raka yang datang bersama Rani.
            Raka dan Rani mendekat ke arah Moni. Raka membantu Moni untuk membersihkan tubuh Moni yang basah dengan sapu tangannya. Mulai dari menghapus air mata yang mengalir di pipi Moni dan membersihkan seluruh tubuhnya yang kotor akibat kelakuaan vanda cs.
            Rani tidak terima dengan sikap Vanda cs yang berlebihan. Dia melayangkan tangannya dan menampar Vanda. Rani nggak peduli, saat itu dia ada dimana. Dia sudah kesal sekali dengan perlakuan Vanda cs.
            “Elo…” Vanda ingin membalas tamparan Rani. Tapi Raka langsung menahan tangan cewek itu dan menghempaskannya. Dia menatap Vanda dengan tatapan jutek. Lalu dia menggamit lengan Moni dan memeluknya erat. Moni terkejut. Dia ingin melepaskan pelukan Raka. Tapi Raka menahannya tanpa mengatakan apapun.
            Pemandangan itu… membuat semua mata mengarah kepada Raka yang mencoba melindungi Moni. Dan pemandangan itu, membuat Vanda cs gusar, cemburu, dan sakit hati. Niat mereka yang sebelumnya ingin membuat Moni menderita malah berbalik arah. Sekarang hati Vanda lah yang menderita. Cintanya kepada Raka jelas bertepuk sebelah tangan. Dengan kesal Vanda pergi meninggalkan tempat itu. Kini semua anak menyerang Vanda cs. Mereka mendapat teriakan-teriakan tidak senang dari semua anak yang hadir.











BAB 10

            Setelah kejadian yang menimpa Moni, Raka mengajak Moni untuk pergi dari sekolah. Niatnya, Raka ingin mengantar Moni pulang. Tapi… Moni malah menolak untuk pulang ke rumah. Bundanya pasti bertanya-tanya kenapa dirinya pulang lebih cepat dari waktu yang sudah dijadwalkan. Moni malah meminta Raka untuk membawanya pergi sampai jam bubar acara perpisahan.
            Saat Raka sedang memboncengnya dengan motornya, mendadak hujan turun. Raka mengajak Moni untuk berteduh di sebuah halte bus. Dia memberhentikan motornya dan memarkirnya di dekat halte bus.
            Raka duduk di bangku halte paling ujung. Dia menatap geli ke arah Moni yang tidak ikut duduk, tapi malah berdiri. Raka menepuk lengan Moni dengan halus dan menyuruh Moni untuk duduk di sampingnya. Moni menurut. Tapi dia tidak duduk tepat di sampingnya, melainkan duduk di sisi ujung bangku halte yang satunya.
            Jarak yang cukup jauh. Mungkin, satu meter lebih. Raka hanya tersenyum menatap Moni. Moni yang hanya terdiam, yang mungkin sekarang perasaannya sedang hancur, sakit, dan kesal.
            Entah sadar atau tidak kalau cowok di sebelahnya sedang mengamatinya, yang pasti Moni hanya diam dan memandangi hujan yang mulai deras. Lalu sesaat kemudian, Moni melemparkan tatapan ke arah Raka yang masih mengamatinya. Tatapan mereka bertabrakan. Dan itu terjadi dalam beberapa detik. Detik berikutnya, Moni berpaling memandangi kembali hujan yang membuat tubuhnya kedinginan.
            Moni mengusap-usap tubuhnya. Dia menggigil. Dan Raka bisa membaca itu. Dia melepaskan Vest-nya dan memberikannya kepada Moni. Moni sempat menolak, tapi Raka memaksanya. Dan pada akhirnya, Moni menurut dan memakai Vest millik Raka.
            Malam itu, meskipun hujan membasahi bumi. Tapi… bagi Raka, terasa hangat berada di samping Moni meski dengan jarak yang cukup jauh. Di halte itu, hanya ada mereka berdua. Dan Raka mencoba mencuri-curi pandangannya kepada Moni. Moni tau itu. Tapi dia pura-pura tidak melihat. Terkadang Raka menggoda Moni untuk menatapnya. Tapi Moni tidak ingin membalas pandangan cowok itu. Dia malah menutupi wajahnya dengan lengannya yang membuat Raka tertawa geli.
            Tapi sesaat kemudian, Moni terlihat murung. Mungkin ingat dengan kejadian tadi. Atau ada hal lain yang membuatnya bersedih.
            “Jangan sedih lagi donk…” Raka mencoba memecahkan keheningan diantara mereka berdua.
            Moni mengabaikan perkataan Raka. Dia malah makin sedih dan ingin rasanya menangis. Raka merasa bersalah dengan ucapannya. Mestinya, dia tidak boleh melarang cewek itu menangis kalau itu bisa membuatnya lega. “Maaf… lo boleh nangis kok… Tapi, gue boleh tau nggak??” tanya Raka.
            Moni tidak menjawab, tapi hanya menatap Raka dan menunggu kalimat berikutnya yang akan keluar dari mulut Raka.
            “Ada masalah apa sih lo sama Vanda?” tanya Raka hati-hati.
            Moni terdiam. Dia malah menitikkan air matanya lagi. Kenapa dia jadi sangat mudah menjatuhkan air matanya di hadapan cowok itu. Padahal selama ini, dia jarang sekali menangis di depan orang lain. Tapi kenapa sekarang dia menjadi lebih cengeng dari sebelumnya?
            Raka menunggu jawaban dari Moni dengan sabar. Dia pun ikut merasakan kesedihan di hati Moni. Raka mencoba lebih dekat sedikit agar bisa mengusap air mata Moni dengan tangannya. Setelah tangannya sampai ke pipi Moni, dia tidak berusaha lebih dekat dengan Moni. Karena dia tau, yang Moni inginkan adalah jarak diantara mereka berdua.
            Moni menatap Raka yang begitu lembut mengusapkan air matanya yang terjatuh. Dan, Moni mencoba menjelaskan apa yang membuatnya menjadi sasaran kejahatan Vanda cs. “Gue… juga nggak tau kenapa mereka kejam banget… tapi yang pasti, Vanda… Vanda…” Moni ragu melanjutkan kalimatnya.
            Raka tidak sabar mendengar lanjutan kalimat Moni. “Vanda kenapa?” tanyanya penasaran.
            “Vanda… emm… Vanda naksir lo…” katanya jutek.
            Raka malah tertawa mendengar kalimat Moni. Tapi kemudian dia sadar kalau tawanya membuat Moni marah. Apalagi Moni kini memukul tubuhnya dengan kesal. “Kok lo ketawa sih? Gara-gara lo tau nggak gue tuh menderita… terus juga, lo ngapain meluk-meluk gue sembarangan, Hah??”
            Raka menghentikan tawanya. Dia mulai serius dan menatap Moni lekat. Lalu… “Maaf Mon… tadi gue emang sengaja meluk lo. Gue udah tau kok kalo Vanda naksir berat sama gue…” kata Raka narsis. “Ya… biar dia lebih menderita lagi dari lo…” kata Raka.
            Moni berdesis kesal. Sok ganteng!! Batin Moni.
            “Cuma itu aja masalah lo sama Vanda? Nggak ada hal lain??” tanya Raka serius. Moni menggelengkan kepalanya. Sementara itu, Raka tersenyum menatap cewek itu dan membelai lembut rambut Moni. Sebenarnya Moni kaget. Tapi… entah kenapa dia membiarkan saja Raka melakukannya. “Ya udah… kalo gitu lo jangan nangis lagi ya… sekarang dia pasti lebih menderita dari lo…” kata Raka mencoba meyakinkan Moni.
            Moni menggelengkan kepalanya dengan kesal. “Emang siapa yang nangis karena dia??” teriak Moni ditengah-tengah hujan yang mulai sedikit mereda.
            Sementara itu, Raka bingung. Dia mengernyitkan kedua alisnya dan mengirimkan sinyal kebingungan untuk Moni. Berharap Moni mengerti kalau dirinya seolah ingin bertanya.
            “Gue… gue… kangen Ayah…” kata Moni kemudian. Setelah mengucapkan kalimat itu, ada perasaan sesal yang tiba-tiba saja datang. Kenapa dirinya harus mengatakan hal itu kepada Raka, sementara dengan Bunda dan Kak Farant pun tidak.
            “Kenapa?” tanya Raka dengan hati-hati.
            Moni diam sejuta bahasa. Sebenarnya, sudah lama sekali dia merindukan Ayahnya yang bekerja di Singapore. Tapi, dia nggak pernah menceritakannya kepada siapapun. Dia hanya nggak ingin terlihat sedih oleh siapapun. Apalagi oleh Bundanya. Apalagi, ayahnya sudah hampir setahun tidak pulang. Dan Moni merasakan ada yang kurang. Suasana rumahnya itu… ya… suasananya terasa sepi dan kurang berisi.
            Melihat sikap Moni yang lebih memilih diam daripada menjawab pertanyaannya, Raka pun mengerti. Dia memandangi langit yang gelap. Saat itu, hujan sudah mulai reda. Dia ingin segera membawa cewek itu pergi dari halte. “Mungkin memang lo punya rahasia sendiri… ya udah nggak apa-apa. Kita pulang aja yuk!” ajak Raka.
            Moni menahan lengan Raka untuk yang pertama kalinya. Raka benar-benar terkejut dengan sentuhan tangan Moni. Selama ini, selalu dirinya yang melakukan hal itu. Tapi kali ini… keadaan berbalik. “Ayah di Singapore… udah hampir setahun Ayah nggak pulang. Gue kangen…” Moni mulai menitikan air matanya. “Gue juga sedih ngeliat Bunda yang selalu sendirian…”
            Raka mengurungkan niatnya untuk melangkah. Dia malah kembali duduk. Dan kali ini, dia duduk tepat di samping Moni. “Mon… kenapa lo nggak coba bilang sama Ayah lo?” tanya Raka pelan.
            “Gue pikir… Ayah sibuk. Dan gue nggak mau buat Ayah kepikiran…” jawab Moni sambil mengusap air matanya. Lagi-lagi, dia baru sadar kenapa dia bisa terbuka dengan cowok itu.
            “Ya mungkin lo bener Mon… mungkin Ayah lo emang sibuk. Tapi… gue yakin kok, pasti ayah lo juga kangen sama lo…” kata Raka mencoba menenangkan Moni. “Kenapa lo nggak coba cari waktu untuk dateng ke Singapore dengan nyokap lo Mon? Kalo ayah lo sulit buat kasih waktu untuk ngunjungin lo, kenapa bukan lo yang coba ngasih waktu buat ayah lo?” saran Raka kemudian.
            Moni berpikir sejenak. Benar juga. Selama ini dia selalu berharap ayahnya lah yang pulang ke rumah. Tapi dia belum sempat memikirkan untuk mengunjungi ayahnya di Singapore. Mungkin dia perlu bicara dengan Bundanya. Ya… mestinya begitu. “Iya… mungkin gue akan coba ngomong sama Bunda…” kata Moni sedikit lebih tenang.
            Raka tersenyum melihat keadaan Moni yang mulai membaik. “Ya udah… sekarang gue anter lo pulang ya… kayaknya lo lebih baik istirahat deh…”
            “Tapi ini kan baru jam 9… gue bilang sama Bunda acaranya selesai jam 11…” kata Moni sambil melirik arloji yang melingkar di lengan Raka.
            “Emangnya wajib pulang jam 11 apa?” tanya Raka menyadarkan Moni. “Lo istirahat aja ya…”
            Moni pun akhirnya menganggukkan kepalanya dan mengekor Raka menuju motornya.

0 komentar: