THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Rabu, 18 Mei 2011

Canon in Love Bab 13 & 14

BAB 13

Bunda melamun di depan pintu kamar rumah sakit bersama beberapa teman Farant. Tadi sewaktu di kampus, Farant tiba-tiba pingsan. Teman-teman dekatnya, langsung membawa Farant ke rumah sakit karena kondisi Farant yang tidak memungkinkan. Dan dokter bilang, Farant menderita usus buntu kronis.
Farant harus segera dioperasi. Tapi biaya untuk melakukan operasi tidaklah sedikit. Selama ini, Bunda memang sudah mengumpulkan sejumlah uang untuk memberangkatkan Moni ke Singapore. Tapi… Bunda nggak tega mengambil uang itu untuk keperluan operasi. Bunda sudah janji akan menginjinkan Moni pergi ke Singapore untuk bertemu ayahnya.
Selama ini, Farant tidak pernah mengeluhkan sakit sedikitpun. Mungkin dia menyembunyikannya. Karena sering kali Farant terlihat pucat dan terdiam. Mungkin Farant nggak ingin membuat Bundanya khawatir dan terlalu memikirkannya.
Tak lama kemudian, Moni yang memang ditunggu-tunggu oleh Bunda sudah datang. Dengan peluh keringat yang mengalir di tubuhnya, Moni langsung menghampiri Bunda yang menyembunyikan kesedihannya. Semua teman-teman Farant yang tadi sempat menemani Bunda berpamitan untuk pulang. Setelah mengijinkan teman-teman Farant untuk pulang, Bunda mengajak Moni ke dalam kamar tempat Farant di rawat.
Sebelumnya, Bunda terlebih dahulu menceritakan semuanya kepada Moni. Moni jadi semakin sedih. Dia nggak pernah tau kalau kakaknya sakit. Dan Moni sudah memutuskan untuk membuag jauh-jauh keinginannya untuk bertemu sang ayah. Walaupun Bunda sempat menolak, tapi Moni memutuskan untuk menggunakan uang tersebut untuk keperluan operasi kakaknya.
“Kak…” sapa Moni dengan suara lirih.
Farant yang tengah memandangi selang yang menusuk lengannya, merasa surprice dengan kehadiran adiknya. Tapi, Farant jadi bingung melihat adiknya yang menangis menatapnya.
“Jelek… ngapain kamu nangis??” ledek Farant sambil tersenyum mengusap-usap kepala adiknya.
“Masa aku mau ketawa ngeliat kakak aku sakit…” balas Moni sambil mengusap air matanya.
Farant tersenyum terharu melihat adiknya. “Gimana nilai raport kamu? Pasti bagus kan??” tanya Farant.
Moni tidak bersuara. Dia hanya menjawab pertanyaan kakaknya dengan menganggukkan kepalanya.
“Ohh… bagus deh… berarti adikku sayang bakal jalan-jalan nih… jangan lupa oleh-olehnya ya dek…” kata Farant lagi-lagi sambil mengusap kepala adiknya.
Moni menggeleng-gelengkan kepalanya. Dan itu membuat Farant bingung. Dia menatap Bundanya yang seolah-olah bertanya. Tapi Bunda tak memberi jawaban apapun. Bunda malah tertunduk dan terdiam.
“Nggak Kak… aku nggak akan pergi..” kata Moni yang mulai mengembangkan senyuman di bibirnya.
“Apa?” desis Farant. Dia kembali menatap Bunda yang malah pergi meninggalkan kamar Farant.
“Kak…uang itu buat operasi kakak. Memangnya kakak nggak mau sembuh??” tanya Moni kesal.
Farant mengernyitkan keningnya. Dia, terharu sekali dengan keputusan adiknya. “Dek…Kakak nggak apa-apa kok!! Kakak baik-baik aja Dek…”
“Kakak udah divonis usus buntu kronis, masih bilang nggak apa-apa?” tanya Moni. “Selama ini, kenapa kakak nggak pernah ngeluh. Dan aku nggak pernah liat kakak kelihatan sakit… Kakak sembunyiin semuanya ya?”
Farant tersenyum tipis. Di dalam hatinya, dia membenarkan kalimat adiknya itu. memang selama ini, dia sering merasa sakit di bagian ususnya. Tapi, dia pikir hanya sakit perut biasa. Dia memang tidak pernah bilang dengan Bunda dan adiknya. Karena, tentu saja dia nggak ingin melihat Bundanya khawatir secara berlebihan. “Emm… mungkin, anak cowok memang begitu Dek…”
“Apa?” tanya Moni penasaran.
“Sifat-sifat dasar cowok… nggak mau dibilang lemah, cengeng, manja, dan nggak mau bikin Bunda dan adiknya khawatir berlebihan. Haha… percaya deh.. rata-rata anak cowok itu maunya dibilang kuat, hebat, mandiri, dan nggak cengeng…” kata Farant mencoba menjelaskan.
Moni mencibir. Dia nggak percaya tuh dengan kata-kata kakaknya. Ya mungkin memang benar yang dibilang kakaknya. Tapi… dia pikir, nggak semua anak cowok seperti apa yang dikatakan kakaknya.
Tiba-tiba, Raka dan Rani muncul dari balik pintu kamar rumah sakit dan langsung menghampiri Moni dan Farant. Moni terharu dengan kehadiran Rani. Dan juga terharu dengan kehadiran Raka.
“Kak Farant… bisa sakit juga ternyata…” canda Rani yang membuat Farant tersenyum. “Kapan operasinya kak?”
“Mungkin secepatnya…” jawab Farant singkat. Lalu, Farant menatap adiknya yang tiba-tiba jadi kaku dan tidak berkata-kata. Hmm, it looks so weird. Moni isn’t Moni. Yup… cause she’s talkative girl. And now, she’s being taciturn girl. Ohh… look that clumsy girl! Ohh… rupa-rupanya di samping Moni tengah berdiri cowok keren nan ganteng toh!! Batin Farant.
“Nama kamu siapa?” tanya Farant kepada Raka.
Raka langsung menyodorkan tangan kanannya dan menjabat tangan Farant. “Raka Kak…”
Farant langsung tersenyum geli melihat adiknya yang kini berubah jadi cemberut girl. Hehe… “Ohhh, gue tau!! Lo Raka yang minjemin DVD film Canon in Love itu kan??” tanya Farant jail.
Moni melotot mendengar pertanyaan konyol yang keluar dari mulut kakaknya itu. “Kakak…”
“Hehehe… Kok kakak tau…” balas Raka.
“Tau donk… Moni sering nyeritain lo tuh…” kata Farant yang mulai nganclong.
Moni memukul tubuh kakaknya yang baru saja mengatakan hal yang tidak pernah dilakukannya. Memang dia pernah bercerita tentang Raka waktu itu. Tapi tidak sering kan??
“Aduhh… sakit Mon… wah kamu nggak mau kakak sembuh ya…” teriak Farant.
















BAB 14

Keputusan Moni untuk menunda kepergiannya ke Singapore, baginya adalah yang terbaik. Meskipun dia kangen sekali dengan Ayahnya, tapi baginya kakaknya harus sembuh. Dan itu lebih penting ketimbang dia mengikuti egonya sendiri.
Dan keputusannya itu juga diperkuat dengan alasan Bunda yang nggak mau memberatkan Ayahnya untuk meminta sejumlah uang untuk biaya operasi Farant. Entah mengapa Moni merasa ada sesuatu yang aneh. Bunda dan Ayah adalah keluarga. Tapi kenapa dia merasa mereka begitu jauh.
Selama liburan, Moni hanya menghabiskan waktunya di rumah. Moni jarang sekali keluar rumah hanya untuk sekedar melihat-lihat. Paling-paling hanya sesekali saja dia keluar rumah. Moni lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah dengan membaca komik ataupun menonton koleksi film-film terdahulunya.
Sementara itu, Rani memilih berlibur ke rumah neneknya di Surabaya. Sedangkan Raka, tidak terdengar lagi kabarnya. Selama liburan, Raka tidak pernah sekalipun menghubungi Moni. Entah kemana cowok itu pergi. Dan entah kenapa, kadang Moni sering berharap kalau cowok itu akan menghubunginya. Tapi, kenyataannya tidak pernah.
Sampai pada akhirnya ketika tahun pelajaran baru dimulai. Hari itu, hari pertama Moni masuk sekolah. Hari itu Moni datang lebih pagi. Dia ingin tau apakah tahun ini dia akan sekelas lagi dengan Raka atau tidak. Sebenarnya, dalam hati Moni protes abis-abisan kenapa bisa dirinya berharap akan sekelas dengan Raka. Tapi itulah yang terjadi. Dan dia sudah lelah bersembunyi terus menerus.
Dan tahun ini, dia sudah tidak lagi sekelas dengan Rani. Karena Moni kini menjadi bagian dari kelas XII IPS 1. Sedangkan Rani, berpindah ke XII IPS 3. Hanya tinggal Raka saja yang tidak diketahui olehnya akan masuk di kelas mana. Ya, selama liburan dirinya tidak pernah mendengar kabar dari Raka. Dan dia malu untuk menghubungi Raka lebih dulu.
Tapi, sampai ketika jam masuk kelas, cowok bernama Raka yang diharapkannya datang dan masuk ke kelasnya tidak muncul. Mungkin Raka tidak sekelas dengannya lagi. Ya, mungkin saja Raka ada di kelas lain. Dalam pikirannya, Moni berencana akan mencari cowok itu diam-diam. Karena dia penasaran sekali dengan cowok itu. Entahlah… yang pasti ini kali pertamanya penasaran dengan orang. Dan orang itu adalah Raka yang dibencinya.
Dan ketika pulang sekolah, Moni benar-benar mencari dimana Raka sebenarnya. Secara diam-diam dan dengan terburu-buru karena takut semua anak sudah pulang, dia melirik semua kelas XII IPS dan mencari-cari dimana Raka. Pertama, dia mencari cowok tiu di kelas XII IPS 2. Tapi cowok itu nggak terlihat. Dan begitupun sampai dia tiba di kelas paling ujung XII IPS 4. Cowok itu masih tidak terlihat. Sangat tidak mungkin kalau Moni berubah haluan dengan mencari Raka di kelas XII IPA. Karena cowok itu nggak akan pernah mungkin terdepak ke kelas anak-anak sains.
Keesokkannya pun, Raka masih tidak terlihat. Entah kemana cowok itu. Setelah kamarin selama liburan dia menghilang. Dan sekarangpun menghilang. Apa mungkin dia pindah sekolah. Tapi nggak ada yang bilang kalau Raka itu pindah. Bukannya selama ini, apa saja yang menyangkut tentang cowok itu, teman-temannya selalu membicarakannya? Dan sekarang berita tentang kepindahan Raka sama sekali tidak terdengar.
Tapi kekhawatiran Moni terjawab. Hari itu, dia meminjam absen kelas yang dipegang oleh Linda – sekertaris kelas XII IPS 1. Dan ketika itulah, Moni mencari-cari nama Raka. Dan benar saja cowok itu memang sekelas dengannya. Syukurlah!! Batin Moni. Walaupun Raka belum juga masuk, tapi paling enggak, ada kemungkinan Raka masih tetap sekolah di sekolahnya.
***
Dua hari kemudian…
Pagi itu, Moni dikagetkan dengan seorang cowok yang duduk sendirian di bangku miliknya. Saat itu, suasana kelas masih sepi, karena hari itu Moni jadi orang pertama… ohh bukan tapi jadi orang kedua yang baru saja datang.
Dan Moni dikejutkan dengan seorang cowok yang duduk di bangkunya. Seorang cowok yang baru saja merebut bangku miliknya. Dalam hati Moni berkata, kenapa cowok itu suka sekali merebut bangku miliknya. Huh…
“Ini bangku gue…” kata Moni seolah mengusir Raka dari bangkunya.
Raka nggak menatap cewek itu. tapi dia membalas perkataan cewek itu. “Bukan!! Ini bukan bangku lo… ini bangku punya sekolah!!”
Moni mencibir. “Tapi gue duluan yang duduk di sini… kenapa lo nggak duduk di tempat lain aja sih??”
“Tapi sekarang gue duluan yang duduk di sini…” jawab Raka santai.
Moni malas berargumen dengan cowok itu. Baru saja Raka masuk, tapi sudah membuatnya kesal. Dan Moni menyesal sekali kenapa kemarin-kemarin dia sibuk mencari-cari cowok itu. Mungkin juga lebih baik tidak perlu sekelas dengan cowok nyebelin itu.
Moni akhirnya mengalah dan pindah tempat duduk. Dan dia duduk di bangku yang belum ada penghuninya. Di belakang Raka. Huh!! Sebel!!! Teriak Moni dalam hati.
Dan, Moni terus berpikir. Sepertinya Raka berubah. Raka tidak lagi sering menatapnya, menegurnya, dan Raka jadi lehib jutek. Sikapnya sama seperti pertama kali Raka datang dan membuatnya kesal. Bukan seperti Raka yang ramah dan selalu sabar meskipun Moni jutek kepadanya.
Ketika jam pelajaran sedang berlangsung, maupun ketika jam istirahat, Raka tidak juga menyapanya. Dia hanya terlihat diam, jutek, dan angkuh. Kenapa dengannya? Batin Moni. Kenapa sikapnya tiba-tiba berubah seperti itu?
***
Keesokkan harinya, ketika Moni datang ke sekolah, dia dikejutkan dengan teman-teman sekelasnya yang sedang membicarakan Raka. Hampir semua anak yang sudah datang tertarik untuk mendengarkan cerita tentang cowok popular itu.
Moni pikir, cowok itu belum datang. Tapi ternyata, Raka sudah datang. Tasnya sudah bertengger manis di atas mejanya. Hanya saja, Raka tidak ada di kelas. Mungkin… Raka sedang pergi ke kelas Chiko atau ke toilet.
Awalnya, Moni nggak tertarik mendengar cerita dari teman-temannya yang berkumpul di satu meja yang agak jauh dari tempat duduk Moni. Tapi kemudian Moni jadi tertarik mendengar cerita teman-temannya. Dari jarak yang agak jauh, Moni mencoba memasang telinganya tajam-tajam dan mendengarkan semua pembicaraan teman-temannya.
“Yahhh… masa sih Raka mau pindah ke Amerika??” tanya salah satu teman sekelas Moni yang bernama Nunik.
“Iya beneran… duhh sedih deh…” sahut Ana yang ngaku suka banget sama Raka.
Moni nggak percaya. Kenapa lagi Raka harus pindah ke Amerika? Dan kenapa baru sekarang? Moni benar-benar penasaran dengan alasan yang mendasari keputusan Raka untuk pindah ke Amerika.
Tiba-tiba, Rani datang menghampiri Moni dan duduk di bangku sebelah Moni. kedatangan Rani makin membuat Moni gusar. Rani malah ikut-ikutan bergosip tentang kepindahan Raka. “Udah denger??” tanya Rani.
“Apa??” tanya Moni pura-pura bego.
“Raka mau pindah ke Amerika…” kata Rani sambil menatap wajah temannya lekat-lekat.
Moni mengernyitkan kedua alisnya. “Ya udah biarin aja… dia mau pindah juga bukan urusan gue…”
Rani menatap Moni dalam-dalam. Saat itu, tak sedikitpun Moni menatap Rani. Rani tau benar kalau cewek itu menyembunyikan sesuatu. Mungkin sebenarnya, Moni memang sudah menaruh hati kepada Raka. Batinnya. “Hahaha… beneran lo? Ntar nyesel lagi…”
“Udah deh… nggak usah ngomongin Raka. Lo tau nggak? Raka itu Cuma cari sensasi doank! Tuh liat…” Moni menunjukkan teman-temannya yang masih saja memperbincangkan Raka yang akan pergi ke Amerika. “Mendingan lo gabung deh sama mereka…”
Rani cemberut. “Hmm… ya udah. Gue gabung dulu deh sama mereka…”
Moni bingung. Bingung dengan perasaannya, bingung dengan segalanya, dan bingung dengan apa yang harus dilakukan olehnya. Di lubuk hatinya mengatakan kalau sebenarnya dia takut sekali kalau Raka benar-benar akan pindah ke Amerika.
Kring!! Bel masuk berbunyi. Semua anak yang tadi berkumpul kini mulai menuju bangku mereka masing-masing. Termasuk Rani yang kembali ke kelasnya. Dan juga Raka, yang kembali entah dari mana.
Moni menatap Raka lekat-lekat. Tapi lagi-lagi Raka tidak membalas tatapannya. Raka malah duduk dengan santainya. Tapi… tak berapa lama kemudian, Raka menoleh ke belakang dan berkata, “Ada yang mau lo tanya ke gue??”
“Nggak!!” jawab Moni jutek.
***
Moni membuka pintu rumahnya dan segera masuk. Dia hendak menuju kamarnya. Tapi tiba-tiba langkahnya tertahan, kala dilihatnya pintu kamar Bundanya terbuka dan seperti ada pembicaraan di sana. Moni melangkahkan kakinya perlahan dan mengintip kamar Bundanya yang terbuka tidak begitu lebar. Dilihatnya, ada Farant dan Bundanya yang sedang berbicang dengan volume suara yang kecil. Bukan niat Moni menguping, tapi sepertinya dia mendengar namanya disebut-sebut dalam perbincangan itu. Jadi, dia memutuskan untuk memasang telinganya lebar-lebar dan melakukan hal yang sebenarnya tidak patut untuk ditiru.
“Tapi mau sampai kapan Bunda sembunyiin ini semua sama Moni??” tanya Farant sambil mencoba meyakinkan Bundanya.
Bunda hampir menangis. “Bunda nggak bisa kasih tau ini ke Moni. Moni pasti tepukul… Tolong Bunda… kamu jangan paksa Bunda untuk mengatakannya…”
Farant terdiam. Dia tidak tega melihat Bundanya yang sudah hapir menangis. “Bunda… Moni udah gede… dia pasti bisa menghadapinya…”
Moni nggak tahan melihat itu semua. Dia nggak mengerti dengan apa yang dibicarakan kakak dan Bundanya. Ada rahasia apa sebenarnya sampai-sampai Bunda ingin agar Moni tidak mengetahuinya.
“Iya Bunda… aku udah gede!!” kata Moni tiba-tiba masuk ke kamar Bundanya.
Bunda dan Farant kaget melihat Moni yang tiba-tiba muncul. “Moni…” kata Bunda dan Farant bersamaan.
“Apa sih yang Bunda sama Kak Farant rahasiain dari aku??” tanyanya penasaran.
Bunda dan Farant saling berpandangan. Bunda seolah meminta pendapat Farant dengan menatap Farant lekat-lekat. Tapi Farant diam saja. Dia tetap pada pendiriannya untuk memberi tau tentang rahasia yang disimpan olehnya dan Bundanya.
Bunda akhirnya memutuskan untuk mengikuti saran Farant. Ada benarnya apa yang dikatakan Farant. Moni harus bisa menerima kenyataan yang selama ini dipendam oleh Bunda dan Farant. Bahkan oleh Ayahnya juga. Moni harus bisa menerima kenyataan itu.
Moni mulai mendengarkan cerita Bundanya. Dengan hati-hati Bunda menceritakan semuanya kepada Moni. Bukan hanya terkejut, tapi Moni juga merasakan hancur di hatinya. Rupanya selama ini Bunda dan Ayahnya sudah bercerai setahun yang lalu. Pantas aja, setahun yang lalu, Ayah pergi meninggalkannya dengan alasan kalau Ayah akan pergi ke Singapore untuk pekerjaannya. Tapi ternyata, alasan Ayah yang sebenarnya bukan itu. Dan, itulah sebabnya juga kenapa Bunda mati-matian nggak mau membebankan Ayahnya sedikitpun.
Ayah dan Bunda memang belum bercerai secara hukum, tapi mereka berdua sudah bercerai secara agama. Hanya Farant yang tau kalau kedua orangtuanya sudah bercerai. Dan Moni, sengaja tidak diberitahu karena Bunda takut cewek itu terpukul. Walau sebenarnya, Farant benar-benar nggak setuju dengan keputusan Bunda untuk menyembunyikannya.
Itulah yang disayangkan oleh Moni. Kenapa selama ini Bundanya tega membohongi dirinya. Dia sangat terpukul dan menyayangkan tindakan Bundanya.
“Bunda… kenapa Bunda tega bohongin aku?? Dan kenapa Bunda harus bercerai dengan Ayah??” tanya Moni sambil menangis.
“Moni…” Bunda sedikit bingung menjelaskan kepada Moni. “Bunda dan Ayah udah nggak ada kecocokan lagi… dan ini keputusan yang terbaik Mon…”
Moni mentikkan air matanya. Dan Moni nggak lagi mendengarkan perkataan dan penjelasan Bundanya. Dia malah bangun dari tempat tidur Bunda dan bergegas pergi dari kamar Bunda. Moni berlari sekuat tenaganya sampai dia tidak lagi mendengar suara Bunda dan Farant yang memanggil-manggilnya dan mencoba untuk mencegahnya.

0 komentar: