THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Minggu, 06 Maret 2011

Canon in Love (Bab 3 & Bab 4)

BAB 3

 “Ohh… Jadi Raka itu cowok yang udah ngerebut DVD inceran lo itu?” tanya Rani tak percaya atas penjelasan sahabatnya itu.
 Moni menganggukkan kepalanya. Dia baru saja menceritakan semuanya kepada sahabatnya.
 “Kok bisa ya?” tanya Rani geli.
 “Bisa apa??” tanya Moni jutek.
 Rani diam sejenak. Kemudian dia melepas tawanya. “Hahaha… bisa ketemu lagi sama lo!”
 “Ishh… maksud lo apaan? Gue juga males banget ketemu dia lagi… sebel gue!” balas Moni sambil mempercepat langkahnya.
 Rani mencoba menarik lengan sahabatnya yang gempang ngambek itu. “Yee… ngambek!! Udah deh… terima aja. Mungkin lo emang udah takdirnya harus ketemu dan kenal sama dia… lagian Raka keren kok! Ganteng pula…” kata Rani sambil membayangkan wajah Raka yang memang ganteng abis.
 Moni membelalakkan kedua matanya. Baru aja Raka pindah ke sekolahnya, cowok itu langsung poppuler. Jangankan cewek-cewek di kelasnya, cewek-cewek dari kelas lain, baik adik kelas sampai kakak kelas, membicarakan tentang kegantengan cowok itu. Dan kuping Moni hampir budek mendengar pujian-pujian buat cowok yang paling menyebalkan bagi Moni.
 “Nggak usah demam Raka deh…” kata Moni jutek.
 Dan… ketika Moni dan Rani hampir keluar dari pintu gerbang sekolah, seorang cowok dengan motor ninjanya juga hendak keluar gerbang sekolah. Dan cowok itu… nggak sengaja menyenggol lengan Moni. Alhasil, Moni meringis dan siap untuk marah-marah.
 “Ehh… nggak punya mata ya??” teriak Moni ketika orang itu di sampingnya.
 Cowok itu melepas helmnya. Dan ketika Moni tau siapa cowok di balik helm merah itu, Moni langsung geram. “Punya kok…” jawab Raka.
 Moni menatap jutek ke arah Raka. Dia kesal sekali dengan cowok itu. Baru saja dua kali dia bertemu dengan Raka, tapi cowok itu sudah berkali-kali membuatnya kesal. Bagaimana kalau besok, besok, dan besok. Bisa-bisa tekanan darah Moni naik drastis.
 “Lo lagi…” kata Moni jutek. Moni langsung menarik lengan Rani dan mengajaknya cepat-cepat pergi dari hadapan Raka. Tapi Rani malah menahan langkahnya dan tertawa geli. Alhasil, Moni marah-marah dan mengancamnya. “Kalau lo nggak mau pulang ya udah gue pulang sendiri…”
 Rani nyerah. Dia pun mengekor Moni dan meninggalkan Raka yang masih tersenyum tipis menatap kepergian Moni. “Duluan ya Raka…” Rani melambaikan tangannya ke arah Raka. Dan Raka membalas lambaian tangan Rani dengan senyuman tipis di bibirnya.
***
 Keesokan harinya….
 Raka yang kemarin baru saja pindah ke sekolah Moni, ternyata tidak masuk sekolah hari itu. Moni sudah menduga kalau cowok itu adalah cowok malas, bandel, dan yang pasti menyebalkan.
 Dan tidak masuknya Raka hari itu, langsung membuat semua anak gempar – khususnya kaum hawa. Vanda cs langsung sibuk mencari tau kemana Raka saat itu. Sampai-sampai, ketiga cewek yang terkenal centil di sekolahnya itu, rela mencari informasi tentang alamat rumah Raka.
 Tapi… Moni justru senang-senang aja kalau Raka nggak masuk. Pasalnya, cewek itu jadi bisa merebut kembali tempat duduk yang kemarin sempat menjadi persinggahan Raka. Nggak penting banget cowok itu mau masuk atau nggak.. batin Moni. Dari awal, Moni udah yakin kalau cowok itu bandel. Batinnya lagi.
 Namun, setelah dua hari tidak masuk sekolah, hari itu Raka masuk sekolah dan langsung menyambar tempat duduk Moni. Saat itu, Moni belum datang ke sekolah. Dan ketika Moni datang dan mengetahui kalau tempat duduk yang kemarin sempat dirampas kembali olehnya, telah berpindah lagi ke Raka, cewek itu langsung cemberut dan kesal.
 “Hahaha… pagi-pagi udah cemberut…” ujar Raka saat melihat Moni yang berjalan menuju bangkunya dengan wajah cemberut.
 Telinga Moni terasa panas mendengar ejekan Raka. Dia pun langsung memberikan serangan balik kepada Raka. “Kenapa nggak sekalian aja hari ini lo nggak masuk!! Kan tanggung banget kalau cuma dua hari… kenapa nggak sekalian aja satu semester lo bolos…”
 Raka tersenyum geli sambil melirik Moni. Galak banget!! Batinnya. “Ohh jadi lo marah gara-gara dua hari gue nggak masuk? Ya udah deh maaf… mulai besok gue bakal masuk terus kok. Mungkin lo kesepian karena gue nggak masuk….” Jawabnya.
 Ihhh… ni cowok!!! Teriak Moni dalam hati. Siapa juga yang kesepian gara-gara dia nggak masuk. Duhh,, emangnya ada yang salah ya dari kalimat gue? Batin Moni kesal. “Terserah lo tuh mau masuk apa nggak. Bukan urusan gue… dasar nggak nyambung!!”
 Lagi-lagi Raka tertawa mendengar jawaban jutek dari Moni. Sementara itu, Moni nggak lagi mempedulikan Raka yang tengah tertawa puas melihat Moni yang memang sangat kesal dengannya. Tiba-tiba… Chiko datang dan menghampiri Raka.
 “Woi bro… kenapa kemaren lo nggak masuk?” sapanya sambil duduk di depan bangku Raka yang penghuninya saat itu belum datang.
 Raka tidak menjawab pertanyaan Chiko. Tapi dia malah memandang Moni yang masih saja cemberut. Lalu, “Menurut lo, kemaren gue kenapa nggak masuk?” tanya Raka. Tapi… pertanyaan itu bukan ditujukan untuk Chiko, melainkan untuk Moni yang kini menatapnya aneh dan jutek.
 “Kenapa lo nanya sama gue? Emang gue baby sitter lo apa? Lagian… semua hal yang terjadi sama lo, itu bukan urusan gue…” jawab Moni jutek. Walaupun, dalam hatinya berkata kalau Raka itu pasti membolos sekolah. Tapi, dia nggak mau lagi terjebak dengan perkataannya sendiri. Bisa-bisa si Raka itu GR lagi kalau dia mengatakan hal yang saat itu sedang dipikirkan olehnya.
 Raka hanya tertawa mendengar jawaban dari mulut Moni. Dia sebenarnya tau sekali dengan apa yang dipikirkan cewek itu. Dia tau sekali kalau Moni menuduhnya membolos. Sementara itu, Chiko menatap bingung secara bergantian ke arah Raka dan Moni. Dia nggak mengerti dengan tingkah kedua orang itu.
 “Sebenernya ada hubungan apa sih diantara kalian berdua?” tanya Chiko yang mulai tertarik untuk menyelidiki hubungan antara Moni dan Raka.
 “Nggak ada…” jawab Moni jutek.
 Raka tersenyum tipis mendengar jawaban dari Moni. Sementara Chiko makin bingung denga kedua orang itu. Membaca sarat kebingungan di wajah Chiko, Raka pun mendekatkan tubuhnya ke arah Chiko dan hendak berbisik ke arah Chiko. Entah apa yang dikatakan Raka kepada Chiko. Tapi yang pasti saat itu Moni sangat kesal melihat kedua orang tersebut yang tertawa setelah Raka selesai membisikkan Chiko. Mencurigakan. Batin Moni.
 Moni bangkit dari tempat duduknya dan mendekat ke arah Raka dan Chiko. “Lo ngomong apa ke dia…” kata Moni sambil menggoncangkan tubuh Raka.
 Bukannya menjawab pertanyaan Moni, Raka malah tertawa. Dan tawa Raka diikuti juga dengan tawa Chiko. “Naksir Raka ya?” tanya Chiko geli.
 Moni membelalakan kedua bola matanya. Lalu dia menatap kesal ke arah Raka. “Jadi… lo bilang ke Chiko gue naksir lo… sekalian aja lo bilang sama semua orang gue naksir lo. GR banget sih lo…” teriak Moni yang membuat Rani yang baru saja datang beserta anak-anak lainnya yang juga tengah duduk-duduk di kelas kaget setengah mampus mendengar teriakan Moni.
 Raka mengambil ancang-ancang untuk segera lari, karena dia tau apa yang akan dilakukan oleh Moni kepada dirinya. Tapi sebelumnya, Raka menyelesaikan kalimat terakhirnya… “Oke… besok gue bilangin sama semua orang!!” katanya sambil berlari.

BAB 4

 Sudah hampir sebulan Raka pindah ke SMA Bhakti Negara, cowok itu sudah menarik perhatian semua orang. Bukan hanya cewek-cewek di kelasnya, melainkan juga kaum cowok dan para guru yang juga sangat simpatik kepadanya.
 Meskipun Raka terkesan santai dan cool, tapi Raka adalah salah satu cowok yang mudah bergaul. Semua teman-temannya merasa nyaman di dekat Raka. Nama Raka semakin diperbincangan oleh banyak orang, karena cowok itu jago main futsal.
 Tidak ada yang membenci Raka, kecuali satu orang. Moni. Yup, hanya Monilah yang memandangnya berbeda. Hanya Moni yang tidak menyukai cowok itu. Dan hampir setiap hari Moni dibuat kesal oleh Raka. Apapun hal yang dilakukan oleh Raka, walaupun tidak mengganggunya sama sekali, baginya sangat mengesalkan.
 Pandangan Moni yang selalu memandang berbeda Raka, membuatnya dipandang berbeda pula oleh teman-temannya yang lain. Teman-temannya yang sangat simpatik kepada Raka, terutama kaum cewek tentunya, memberi kecaman kepada Moni. Kalau saja Moni berani mengganggu Raka atau memandang Raka sebelah mata, maka kaum cewek-cewek pembela Raka itulah yang akan maju.
 Banyak yang membenci Moni karena kelakuannya. Walaupun ketika tiap kali Raka dan Moni bertengkar, atau Moni marah-marah ke Raka, itu semua bukan mutlak kesalahan Moni, tapi… cewek-cewek di sekolahnya udah keburu sentiment dan mempersalahkan Moni. Dan cewek-cewek itu, siap sekali membela Raka kapanpun Raka merasa terganggu dengan Moni.
 Moni jadi merasa seperti sendirian di sekolahnya. Tidak ada yang membelanya sama sekali. Walaupun Rani masih setia menemaninya, tapi… Rani memilih tidak ikut campur dengan urusan antara Raka dan Moni. Dan kalaupun Rani membelanya… nggak akan berpengaruh apapun untuknya. SMA Bhakti Negara termasuk sekolah yang memiliki jumlah murid yang banyak. Dan hampir semua murid di sekolahnya yang terdaftar ribuan siswa itu memilih membela Raka. Itulah mengapa cewek itu merasa sendiri. Tidak ada yang membelanya sama sekali. Kalau dia berani macam-macam, maka dia akan mendapat ganjaran dari cewek-cewek bahkan cowok-cowok yang tidak suka dengan kelakuannya. Tapi Moni nggak mau nyerah… dia nggak takut dengan ancaman ini itu yang dilontarkan oleh anak-anak lainnya. Walaupun dalam hati kecilnya berkata kalau dia sebenarnya takut, tapi dia nggak mau mengalah.
 Seperti suatu ketika, Raka dan Moni berpapasan di kantin, Raka menyeggol tubuh Moni. Niatnya sih Cuma sekedar ingin berkomunikasi dengan Moni. Karena memang semenjak Moni dikecam oleh anak-anak lainnya, Moni jadi terkesan lebih diam. Tapi, sayangnya senggolan Raka ke tubuh Moni membuat cewek itu menumpahkan es krim yang dibawanya ke baju seragamnya. Alhasil, Moni yang udah gatel banget pengen marah-marah dengan Raka pun akhirnya tidak sabar lagi. Dia mulai melotot dan siap melancarkan aksi marah-marahnya.
 “Lo tuh jalan pake mata nggak sih??” tanyanya keras yang mengundang perhatian semua anak yang tengah beristirahat di kantin.
 Saat itu, semua anak mulai geram melihat Moni yang mulai berani menantang Raka. Sementara itu, Raka hanya tersenyum melihat kemarahan di wajah Moni. Dia kangen sekali melihat aksi marah-marahnya Moni, setelah beberapa hari ini dia tidak melihatnya. “Pake kaki… kalau mata buat ngeliat…” jawabnya tanpa menyadari tatapan anak-anak lain yang mulai jutek mengarah ke Moni.
 “Lo tuh emang neyebelin!!! Jalan emang pake kaki, tapi pake mata juga biar nggak nabrak orang…” jawab Moni kesal.
 “Ohh jadi lo orang ya? Orang utan…” celetuk salah satu anak yang mulai panas melihat Moni.
 Raka dan Moni mengalihkan pandangan mereka ke arah suara itu berasal. Moni tidak peduli. Dia nggak merasa takut dengan semua mata yang kini menatapnya tajam. Dia mengembalikan pandangannya ke arah Raka dan kembali menatap tajam ke arah cowok itu. “Nyebelin!!” teriaknya. “Pergi…” katanya dengan kesal.
 Raka mengalah. Hal yang baru dilakukan olehnya. Sebelumnya, cowok itu nggak pernah mengalah dengan Moni. Tapi… ada pertimbangan lain yang membuatnya lebih memilih mengalah ketimbang meladeni Moni. Raka nggak mau situasi makin panas. Karena saat itu, tengah dilihatnya semua anak di kantin menatap garang ke arah mereka berdua.
 Saat Raka melangkahkan kakinya hendak pergi meninggalkan Moni, semua anak yang menamai diri mereka sebagai kaum pembela Raka, langsung geram. Alhasil, hampir semua anak di kantin tersebut berniat memberikan ganjaran kepada Moni. Apa saja yang ada di dekat mereka, seperti kertas bahkan makanan, dilempar ke arah Moni yang masih berdiri.
 Sambil berteriak, “Huuu… gila lo!!” atau “Sok jagoan lo…!!” atau bahkan, “Belagu banget sih lo!!” mereka melempari Moni dengan puas. Dengan benda apa saja yang ada di dekat mereka.
 Moni hampir menangis. Tapi tangis itu tidak dibiarkannya meledak. Dia nggak mau dibilang cewek cengeng dan lemah. Meskipun dia sedih diperlakukan seperti itu oleh teman-temannya. Tapi dia tidak membiarkan air matanya jatuh walau hanya setetes.
Moni sungguh nggak percaya kalau anak lainnya tega melakukan itu kepadanya. Kalau semua yang dilakukannya itu berhubungan dengan Raka, maka semua akan mempermasalahkannya. Meskipun mereka tau, tidak kesemuanya kesalahan Moni.
Raka membalikkan tubuhnya. Dia nggak jadi pergi dari kantin itu. Sama seperti Moni, dia nggak percaya kalau semua anak akan memperlakukan Moni seperti itu. Raka pun kembali menghampiri Moni dan berusaha untuk melindungi cewek yang saat itu menjadi tempat sasaran empuk timpukan-timpukan kasar dari teman-temannya.
“Berenti!!!” teriak Raka sambil melindungi Moni di belakang tubuhnya. Dia melayangkan kedua lengannya untuk melindungi Moni. Dan, tubuhnya pun sempat menjadi korban timpukan nyasar dari anak-anak. “Berenti!!” pintanya sekali lagi.
Dan… timpukan-timpukan kasar berakhir. Raka menoleh ke arah Moni yang masih saja tidak berkutik. Tidak menangis, tidak melawan, dan tidak menunjukkan ekspresi apapun. Moni hanya diam sambil menahan tangisnya. “Lo nggak apa-apa kan?” tanya Raka sambil memegang pundak Moni.
Tidak ada reaksi dari Moni. Dia malah mengambil langkah dan pergi meninggalkan Raka, tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya. Sementara itu, Raka hanya menatap kepergian Moni dari hadapannya.
“Kalian puas sekarang?” tanya Raka pelan. Raka diam sejenak dan menatap sekeliling. Anak-anak terlihat diam dan tertunduk. Mereka tidak menoleh ke arah Raka dan lebih memilih untuk terdiam.
“Kenapa kalian nggak hukum gue? Gue yang salah… gue yang nabrak dia duluan!! Gue yang jail, gue juga yang selalu ganggu dia. Moni nggak salah apa-apa. Dan… apapun yang terjadi antara gue dan Moni, itu bukan urusan kalian!!” kata Raka setengah berteriak. “Makasih… kalau kalian memang bersimpatik sama gue. Tapi bukan gini… Tolong jangan bersikap kasar lagi sama Moni… kalian akan berhadapan dengan gue kalau ini terulang lagi. Jangan pernah nyakitin Moni… Maaf kalau gue kasar!!” kata Raka sambil meninggalkan kantin.
***
 “Mon… lo kenapa?” tanya Rani saat melihat wajah sahabatnya memerah saat kembali dari kantin. Tadi… Rani memang tidak berniat untuk ke kantin. Dia lebih memilih menyalin PR ekonominya dibanding pergi ke kantin. So, dia nggak tau dengan apa yang telah terjadi dengan sahabatnya itu. Rani mendekati Moni dan mengambil sebuah bangku kosong milik Raka yang sedang kosong dan menariknya mendekat dengan Moni. Lalu Rani duduk di bangku tersebut dan siap mendengarkan keluhan temannya itu.
 Moni menoleh ke arah Rani. Lalu dia menceritakan semua kejadian yang dialaminya. Dia nggak bisa lagi menahan tangisnya. Walaupun tangisnyaitu bersikeras untuk ditahan olehnya, tapi tetap saja air mata itu jatuh membasahi pipinya.
 “Keterlaluan!!” teriak Rani kesal. “Mereka udah keterlaluan!! Gue nggak bisa diem lagi kalau gini ceritanya Mon…” Rani hendak pergi. Tapi langkahnya tertahan lantaran Moni menarik lengannya dan memintanya untuk duduk kembali di sebelahnya.
 “Lo mau dipermalukan kayak gue??” tanya Moni.
 “Tapi mereka jahat banget!! Mereka tuh aneh!!” kata Rani kesal.
 Tak lama kemudian… seseorang muncul dari balik pintu. Raka!! Dia langsung menatap bersalah ke arah Moni. Raka nggak tega melihat Moni. Dia pun mendekat dan meminta waktu kepada Rani untuk membiarkannya bicara dengan Moni. Rani mengerti dan memberikan waktu kepada Raka untuk bicara kepada Moni. Rani pun keluar dari kelas, walaupun lagi-lagi langkahnya terhenti karena ulah Moni yang tidak ingin ditinggal berdua dengan cowok pembawa musibah itu. Tapi Rani membujuknya dan tetap meninggalkannya meski dirinya masih saja merengek.
 Raka tersenyum menatap Moni. “Maaf ya…” pinta Raka masih dengan senyuman yang tersungging di bibir tipisnya.
 Moni tidak memberikan reaksi apapun. Dia hanya diam saja dan menganggap Raka nggak ada.
 “Gue… minta maaf…” kata Raka lagi. Tapi tidak juga mendapat respon dari Moni. “Maaf lagi deh…” kata maaf Raka untuk yang ketiga kalinya. Lagi-lagi Moni tidak merespon. Sampai-sampai.. Raka terus mengucapkan kalimat yang sama yaitu maaf untuknya. Tapi tetap saja Moni diam.
 Karena Moni bosan mendengar kalimat yang sama dari mulut orang yang sama, dia pun mulai angkat bicara. “Sekalian aja minta maaf seribu kali…” kata Moni jutek.
 “Oke…” jawab Raka singkat dan akan segera meminta maaf sampai seribu kali.
 Moni memukul pundak Raka. “Gue becanda…” katanya jutek.
 “Oya??” tanya Raka konyol. “Tapi gue serius…” katanya sambil tersenyum. “Satu kata maaf mewakili kesalahan anak-anak yang tadi berani jahatin lo. Oke…”
 Moni menyipitkan kedua matanya. Kenapa harus Raka yang minta maaf. Kenapa harus dia yang mewakili? Tanyanya dalam hati. “Nggak perlu… harusnya mereka minta maaf sendiri. Bukan lo yang wakilin…”
 “Mereka begitu karena gue… gue juga nggak tau kenapa mereka segitunya…” kata Raka sambil tersenyum.
 Moni memalingkan pandangannya ke arah lain. Dia benci sekali melihat senyum Raka yang sok manis itu.
 Tak lama kemudian… Raka mengambil sebuah bingkisan kotak terbungkus kertas kado biru dari tasnya dan meletakkan oleh Raka di depan meja Moni. Moni bingung melihat bingkisan kado tersebut. Memangnya siapa yang ultah?? Tanya Moni bingung.
 Moni menatap sinis ke arah Raka. Dengan maksud hendak menanyakan arti dari bingkisan yang ada di depan matanya itu.
 “Buat lo…” kata Raka seolah mengetahui maksud dari tatapan Moni.
 Moni nggak begitu saja menerima bingkisan itu. Dia malah menggeser bingkisan itu agar dekat dengan Raka. Tapi… Raka juga nggak mau bingkisan yang memanng sudah diniatkan untuk diberikan kepada cewek itu kembali ke tangannya. So, dia mengembalikkan lagi bingkisan itu ke hadapan Moni. Dan, Moni sempat mengembalikannya lagi kepada Raka. Sampai akhirnya Raka buka mulut. “Kok lo balikin ke gue terus sih… Ntar nyesel lagi kalo lo tau isinya apa?”
 Moni mengernyitkan kedua alisnya. “Emang apa isinya??” tanya Moni curiga.
 “Kalo mau tau ya jangan dibalikin lagi donk…” kata Raka sambil memberikan bingkisan itu ke tangan Moni.
 Moni memandangi bingkisan itu dan menerka-nerka isi dari bingkisan tersebut. Sepertinya dia tau isi bingkisan tersebut. Dan itu jelas membuatnya penasaran. “Buka…” Moni meminta Raka untuk membukakan bingkisan tersebut.
 Raka mengambil bingkisan darinya dan membukakan bingkisan tersebut untuk Moni. Perlahan tapi pasti.
 Dan Moni membelalakkan kedua bola matanya, ketika dia melihat apa yang ada dalam bungkusan kertas kado warna biru muda itu. Sebuah DVD. Yang waktu itu sempat direbut oleh Raka. Dia bingung kenapa Raka memberikan DVD itu untuknya.
 Seolah membaca sarat kebingungan di wajah Moni, Raka hanya tersenyum tipis melihatnya. “Maaf ya… waktu itu, gue rebut DVD ini dari lo…” kata Raka.
 “Kenapa?” tanya Moni bingung.
 “Karena lo bilang… lo mesti ngumpulin uang demi beli film ini. Dan lo bilang lo udah lama pengen beli film ini… tapi malah gue rebut. Maaf…” kata Raka mencoba menjelaskan. “Gue juga suka film ini. Padahal… gue bukan cowok cengeng yang hobi nonton film romantic kayak film ini. Tapi… film ini bagus. Bagusss… banget!!” lanjutnya dengan senyuman di bibirnya.
 Moni sedikit bingung dengan apa yang dikatakan cowok itu. But, whatever-lah!! Yang penting, dia bisa nonton film yang sudah lama diincar olehnya. Huhu… this is something which can’t believe. Batinnya.

Canon in Love (Bab 1 & Bab 2)
Canon in Love (Bab 5 & Bab 6)

0 komentar: